LogoDIGINATION LOGO

Begini Alasan Silicon Valley Bank Kolaps

author Oleh Dewi Shinta N Selasa, 14 Maret 2023 | 15:50 WIB
Share
Share

Silicon Valley Bank (SVB) bangkrut dan ditutup sejak hari Jumat (10/03/2023). Bank yang fokus pada pembiayaan perusahaan startup dinyatakan kolaps setelah 48 jam mengalami krisis modal.

Akibat kolaps, saham SVB juga jatuh lebih dari 60%. Mengutip dari Reuters, diperkirakan saham-saham perbankan AS merugi US$ 100 miliar dari sisi market value dalam dua hari terakhir. Sementara itu, perbankan Eropa merugi US$ 50 miliar.

Setelah krisis 2008 bangkrutnya Washington Mutual Bank. Kasus yang menimpa SVB merupakan kegagalan terbesar Bank Amerika Serikat (AS) tahun ini. Lantas bagaimana ini bisa terjadi?

Dikutip dari CNBC awalnya perusahaan berniat untuk menambah modal sebesar US$ 2,25 miliar atau setara Rp 34,75 triliun (kurs US$ 1=Rp 15.445). Sebanyak US$ 1,25 miliar atau sekitar Rp 19,31 triliun diharapkan diperoleh melalui penjualan saham sementara sebesar US$ 500 juta atau sekitar Rp 7,7 triliun melalui saham preferen konvertibel.

Baca juga : EY Bocorkan Strategi Bisnis Perusahaan Teknologi 2023 

Namun, rencana tersebut gagal. Investor khawatir beban SVB membengkak dan mengalami kesulitan pembayaran mengingat tingginya suku bunga saat ini. Nasabah dan investor kemudian melakukan penarikan secara besar-besaran. Hingga Kamis (9/3/2023), penarikan menembus US$ 42 miliar atau senilai Rp 648, 69 triliun.

Disisi lain, Federal Reserve (The Fed) mulai menaikkan suku bunga sejak tahun lalu untuk menjinakkan inflasi. The Fed bergerak agresif, menyebabkan naiknya biaya pinjaman, hingga melemahkan momentum saham teknologi yang selama ini menguntungkan SVB.

Suku bunga tinggi juga mengikis nilai obligasi jangka panjang milik SVB dan bank lain selama era suku bunga rendah dan mendekati nol. Portofolio obligasi SVB senilai US$ 21 miliar menghasilkan rata-rata 1,79%, imbal hasil Treasury 10 tahun saat ini adalah sekitar 3,9%.

Di saat bersamaan, modal ventura juga mulai mengering. Hal ini memaksa perusahaan startup menarik dana mereka di SVB.

Rabu lalu, SVB mengambil langkah jual rugi banyak sekuritas, dan akan menjual US$ 2,25 miliar saham baru demi menopang neracanya. Hal ini memicu kepanikan di antara perusahaan modal ventura utama, yang kemudian menyarankan perusahaan untuk menarik uang mereka.

Baca juga : Blockchain Data Science, Tingkatkan Kepercayaan & Peluang Baru Bisnis

Saham SVB mulai anjlok pada Kamis pagi, dan pada sore hari menyeret saham bank lain turun bersamaan. Jumat pagi, perdagangan saham SVB dihentikan.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen langsung menggelar rapat darurat dengan bank sentral AS The Federal Reserve (The Fed), serta Lembaga Penjamin Simpanan AS, serta Kantor Pengawasan Mata uang.

"Menteri Yellen memberikan kepercayaan penuh untuk pada regulator perbankan untuk mengambil tindakan yang tepat. Menteri Yellen menilai sistem perbankan masih tangguh dan regulator memiliki alat yang efektif untuk mengatasi peristiwa seperti ini," tulis pernyataan Departemen Keuangan seperti dikutip dari Reuters.

Sementara itu, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menyatakan, pemerintah federal tidak akan memberikan bailout bagi investor Silicon Valley Bank. Bailout sendiri merupakan sendiri merupakan istilah yang mengacu pada pemberian bantuan keuangan. 

Namun sebagai catatan, LPS Amerika FDIC menjamin dana sebesar US$ 250.000 atau Rp 3,86 miliar per nasabah untuk masing-masing rekening. Mereka yang memiliki simpanan lebih dari itu akan mendapatkan sertifikat dalam penguasaan kurator. Otoritas mengatakan mereka akan membayar nasabah yang tidak dijamin dengan pembayaran dividen tambahan dalam seminggu ke depan.

Bank tersebut diperkirakan memiliki aset senilai US$209 miliar dan deposito sekitar US$175,4 miliar per akhir 2022. Dengan aset sebesar itu, SVB ada di peringkat 16 dalam daftar bank dengan aset terbesar di AS. Namun, 89% dari deposito senilai US$ 175 miliar tersebut tidak memiliki jaminan.

  • Editor: Dewi Shinta N
TAGS
LATEST ARTICLE