LogoDIGINATION LOGO

Siap Terdisrupsi?

author Oleh Alfhatin Pratama Minggu, 21 Oktober 2018 | 13:00 WIB
Share
Kumpulan media cetak (shutterstock)
Share

Kemunduran media cetak sudah menjadi narasi penting di era digital. Runtuhnya media cetak terlihat seperti erosi yang semakin cepat. Hadirnya media online kerap kali disangka sebagai disrupsi bagi jalannya bisnis media cetak yang telah bertengger sekian lama di posisi puncak.

Di Indonesia, hal serupa juga terjadi. Berdasarkan data dari Serikat Perusahaan Pers, jumlah media cetak Indonesia tahun 2014 adalah 1.321. Tahun 2015, jumlahnya menurun menjadi 1.218. Hasil survei Nielsen kuartal ke-3 tahun 2017 tentang Consumer and Media View (CMV) yang diadakan di 11 kota di Indonesia dengan 17.000 responden, penetrasi media cetak, termasuk koran, majalah, dan tabloid, hanya 8% saja.

Tahun 2017 beberapa media cetak di Indonesia harus tutup usia diantaranya majalah HAI, Commando, For Him Magazine Indonesia, Rolling Stone Indonesia, bukan karena menurunnya minat pembaca tapi mulai beralihnya pembaca ke online platform. Hanya majalah HAI yang kemudian bertransformasi ke digital.

Baca juga: Mau Tidak Mau, Masa Depan Adalah Digital!

Minggu ini, dunia media cetak kembali dihebohkan oleh tutupnya media para pecinta olahraga Indonesia, tabloid BOLA. Diluncurkan pertama kali tahun 1984 sebagai bagian dari Koran Kompas, tabloid yang kini tinggal menunggu 2 terbitan terakhirnya harus berhenti cetak.

"UPDATE: Perkembangan sesuai rapat redaksi @TabloidBOLA sore ini adalah edisi terakhir dimundurkan jadi Jumat (26/10). Edisi pertama BOLA terbit hari Jumat dan kami memutuskan edisi terakhir juga harus Jumat. Terbit 56 halaman berisi perjalanan 34 tahun BOLA dan full color," cuit Firzie A. Idris, Managing Editor BolaSport, dalam akun pribadi Twitternya (17/10).

Beragam komentar dari warganet bermunculan menanggapi hal ini. Banyak penggemarnya yang menyayangkan tutupnya tabloid legendaris ini. Tapi, ini adalah sebuah kenyataan. Dukungan dari penggemar tidak cukup membuat BOLA tetap terbit.

Baca juga: Ditinggal Pendirinya, Bagaimana Nasib Instagram?

Digital tidak bisa dielakkan (Shutterstock)

Alih-alih mempertahankan bisnis "konvensional" di tengah masifnya gempuran digital, jangan-jangan malahan membuat bisnis itu sendiri tidak berkembang. Untuk itu, Digination merangkum 3 peluang yang bisa kamu jadikan alasan bisnismu untuk beralih ke digital. 

Kampanye Indonesia sebagai "The Digital Energy of Asia" tahun 2020

Salah satu visi Indonesia di era digital ini adalah menjadi "The Digital Energy of Asia". Dengan visi ini, upaya pemerintah untuk mendorong bisnis konvensional untuk bertransformasi ke digital sangat besar. Salah satu contohnya adalah Paket Kebijakan Ekonomi XIV tentang Peta Jalan E-Commerce di Indonesia. Dukungan pemerintah seluas-seluasnya bagi ekonomi digital dapat kamu manfaatkan untuk segera bertransformasi.

Pengguna internet di Indonesia

Berdasarkan data Nielsen, masyarakat yang tergolong generasi Milenial di Indonesia (usia 20-39) yang menggunakan internet sekitar 38%, sedangkan generasi Z (usia 0-19) mencapai 40%. Data ini diperkuat Statista dimana tahun 2017 pengguna internet di Indonesia mencapai 104,9 Juta orang. Hal ini membuat Indonesia berada di urutan ke-5 sebagai negara dengan jumlah pengguna internet terbanyak dan termasuk pasar online terbesar di dunia. Melihat angka-angka tersebut tentunya pengguna internet di Indonesia dapat dijadikan pasar yang sangat potensial.

Baca juga: 9 Cara Jadi Jagoan di Pasar Lokal

Semua serba digital

Di Indonesia banyak yang tidak menyangka bahwa perusahaan transportasi yang telah mapan dapat disaingi. Sekitar tahun 2015, transportasi online mulai digemari masyarakat. Perusahaan transportasi yang kurang memanfaatkan digital akhirnya terdisrupsi. Bluebird, misalnya, mulai sadar dan segera berkolaborasi dengan Gojek untuk bertransformasi ke digital.

Ignatius Untung, ketua umum idEA melansir data dari Venture Capitalist bahwa untuk mencapai 50 juta pelanggan pesawat terbang butuh sekitar 68 tahun, televisi 22 tahun, internet 7 tahun, dan Facebook 3 tahun. Fakta yang paling menakjubkan, Pokemon Go hanya butuh 19 hari untuk mencapainya! Jika bisnismu terlambat beralih ke digital, maka cepat atau lambat siap-siaplah untuk terdisrupsi. Jangan pernah salahkan pesaingmu yang sudah terlebih dahulu melakukannya.

Jadi, tunggu apa lagi?

Baca juga: Jangan Pakai Ini Kalau Mau Ketinggalan!

  • Editor: Dikdik Taufik Hidayat
  • Sumber: Statista, The New York Times, Nielsen
TAGS
RECOMMENDATION
LATEST ARTICLE