LogoDIGINATION LOGO

Insaflah Wahai Pemasar Digital

author Oleh Wicak Hidayat Sabtu, 16 Juni 2018 | 05:29 WIB
Share
Pemasaran adalah salah satu kegiatan utama dalam menjalankan bisnis, baik yang masih baru mulai atau yang sudah berjalan beberapa lama
Share

Pemasaran adalah salah satu kegiatan utama dalam menjalankan bisnis, baik yang masih baru mulai atau yang sudah berjalan beberapa lama. Pemasaran digital pun sudah menjadi lumrah, hal yang wajib bin harus dilakukan di zaman sekarang.

Apa sih aktivitas pemasaran? Semua kegiatan mempromosikan dan menjual produk atau jasa, mulai dari riset pasar hingga iklan. Kalau kita bicara pemasaran digital, ya mulai dari kegiatan mengirimkan promo produk di grup WhatsApp, posting foto produk di Instagram sampai membeli iklan di Facebook.

Pertanyaannya, apakah semua kegiatan pemasaran digital sudah benar-benar memanfaatkan potensi dari medium digital itu sendiri? Lebih jauh lagi, apakah kegiatan pemasaran digital ini sudah benar-benar memanfaatkan semua “amunisi” yang bisa digunakan?

Sedikit banyak pertanyaan itu juga yang diajukan Christopher Graves, founding President, Ogilvy Center for Behavioral Science dalam gelaran Asia Pacific Media Forum (APMF) di Nusa Dua, Bali, awal Mei 2018.

Baca juga:
Mengapa Baru Sedikit UMKM yang Goes Digital?

Graves mengungkap bahwa perkembangan dalam ilmu perilaku (behavioral science) menyediakan begitu banyak amunisi yang bisa dimanfaatkan oleh pemasar digital. Salah satunya adalah Personality-Based Marketing (pemasaran berbasis kepribadian).

“Eksekusinya masih kedodoran dibandingkan perkembangan ilmiahnya,” kata Graves.

Secara teori, pemasaran berbasis kepribadian memungkinkan target pemasaran yang lebih tajam dari sekadar demografi. Graves mencontohkan dalam satu demografi yang sama, bisa ada dua kepribadian yang berbeda. Jika hanya menyasar indikator demografis saja, bisa jadi tidak efektif.

Baca juga:
Pemasaran Digital Dukung UKM Indonesia Tingkatkan Ekspor

Tak mau lupa melihat gajah di pelupuk mata, Graves mengakui bahwa pemanfaatan ilmu perilaku ini adalah yang terjadi dalam kontroversi Cambridge Analytica. Ia bahkan menampilkan gambar dirinya mewawancarai CEO Cambridge Analytica sebelum pemilihan presiden AS 2016, jauh sebelum kontroversinya mengemuka.

“Ya, itu saya yang duduk di sebelah (CEO Cambridge Analytica) dan berpikir ‘oh my god!’ saat ia menjelaskan soal kampanye yang bisa mereka lakukan,” ujarnya.

Dalam tulisan di Harvard Business Review, Graves mengatakan bahwa pengetahuan mendalam soal kepribadian dan aspek ilmu perilaku lainnya akan membuka peluang untuk bisa terhubung lebih baik dengan individu. JIka dilakukan secara etis, bisa bermanfaat baik untuk konsumen dan bisnis.

Kata kuncinya di sini, agaknya, adalah etika. Apakah pemasar digital, dengan berbagai alat dan kemampuan yang dipersembahkan oleh dunia digital saat ini, sudah mempertimbangkan etika saat melakukan kegiatan pemasaran? Kalau belum, mungkin sudah saatnya untuk insaf.

Baca juga:
idEA Paparkan Strategi Digital Perluas Pasar Lewat E-Commerce

  • Editor: Dikdik Taufik Hidayat
TAGS
LATEST ARTICLE