Fintech P2P lending atau pinjol saat ini menjadi salah satu kontributor besar ke perekonomian tanah air dengan pertumbuhan yang melampaui industri secara umum di sektor keuangan.
Per Juni 2023, total pembiayaan pinjol telah mencapai Rp 52,7 miliar atau tumbuh 18,86% (yoy). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Indonesia juga mencatat terdapat 102 layanan pinjol legal yang berizin OJK pada Januari 2023.
Kendati demikian, di tengah maraknya fenomena pinjol, OJK pun terus menghimbau masyarakat agar berhati-hati terhadap pinjol ilegal yang merajalela. Pasalnya, selama bulan April-Juni 2023, Satgas Penanganan Kegiatan Usaha Tanpa Izin di Sektor Keuangan mengungkap terdapat 352 aplikasi ilegal yang menawarkan pinjol tanpa izin.
Baru-baru ini Populix melalui laporan survei bertajuk “Unveiling Indonesia’s Financial Evolution: Fintech Lending and Paylater Adoption”, menemukan bahwa 41% responden menyatakan pernah menggunakan pinjol, di mana kelompok ini didominasi oleh laki-laki dan generasi milenial di pulau Jawa.
Berikut gambaran tentang tren penggunaan pinjol di kalangan orang Indonesia:
Baca juga: Utang Pinjol di Jawa Barat Lebih Tinggi dari Jakarta, Segini Nilainya
Aplikasi yang Paling Banyak digunakan orang Indonesia
-Akulaku (46%)
-Kredivo (43%)
-EasyCash (18%)
-AdaKami (18%)
Sementara itu, meskipun berada di posisi ke-10 aplikasi yang dikenal oleh responden, SPinjam menempati posisi ke-5 aplikasi yang paling banyak digunakan, dengan 13% responden mengatakan paling sering menggunakan aplikasi tersebut untuk mengajukan pinjaman.
Pertimbangan Memilih Pinjol
-kecepatan pencairan dana (77%)
-memiliki izin dari OJK (72%)
-proses registrasi yang mudah (52%)
-serta memiliki bunga rendah (50%)
Preferensi ini menekankan pentingnya aplikasi penyedia pinjol untuk mengutamakan aksesibilitas, kecepatan, dan mendapatkan izin pemerintah.
Baca juga: Pinjol Kembali Memakan Korban
Perilaku masyarakat dalam menggunakan pinjol
Laporan survei menunjukkan bahwa 66% responden menggunakan pinjol kurang dari satu bulan sekali dengan mayoritas (70%) hanya bergantung pada satu aplikasi.
Dalam hal nominal pinjaman, sebanyak 65% responden memiliki cicilan pinjol kurang dari Rp 1.000.000 per bulannya, dan secara umum maksimal jumlah tagihan yang dimiliki dalam satu waktu adalah Rp 3.000.000.
Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia cenderung bersikap hati-hati dalam melakukan pinjaman, terutama karena adanya keterbatasan anggaran dan untuk mengurangi risiko.
Pinjol tersebut secara umum paling banyak digunakan untuk membiayai:
-kebutuhan rumah tangga (51%)
-modal bisnis (41%)
-membeli perlengkapan pendukung pekerjaan (25%)
-dana pendidikan (23%)
- gaya hidup dan hiburan (22%)
- serta kesehatan (13%).
Fenomena korban teror pinjol
Di sisi lain, beberapa waktu belakangan ini media sosial juga sempat diramaikan oleh pengalaman beberapa netizen yang menjadi korban teror debt collector pinjol.
Dari berbagai cerita yang beredar, beberapa korban mengaku tidak pernah melakukan pinjaman tetapi menerima tagihan, sementara sebagian lainnya mengatakan bahwa nomor pribadi mereka digunakan sebagai kontak darurat oleh orang lain.
Survei Populix pun menunjukkan bahwa 36% responden pernah menjadi kontak darurat pinjol. Sebanyak 48% di antaranya mengaku mengenal dekat orang yang melakukan pinjaman dan sudah meminta izin untuk memasukkan nomor pribadi mereka sebagai kontak darurat. Sementara itu, 27% mengaku kenal dekat dengan peminjam tetapi belum meminta persetujuan responden, 9% mengaku kenal dengan peminjam tetapi tidak dekat, 9% mengaku tidak kenal sama sekali dengan peminjam, dan 8% mengaku kenal tetapi sudah lama tidak berkomunikasi dengan peminjam.
Saat berhadapan dengan debt collector, 61% responden mengatakan bahwa mereka akan menghubungi peminjam dan meminta mereka untuk menyelesaikan masalah. Hal ini menunjukkan bahwa orang Indonesia cenderung bersikap proaktif dan memilih jalur kekeluargaan untuk menyelesaikan masalah melalui komunikasi langsung dengan pihak peminjam. Selain komunikasi langsung, 47% responden memilih untuk mengabaikan chat dan telepon dari debt collector, 28% memblokir kontak debt collector yang menghubungi mereka, 24% membuat laporan ke OJK, dan 14% memilih untuk melaporkan debt collector tersebut ke polisi.