Implementasi ekonomi digital dinilai akan menciptakan banyak pekerjaan-pekerjaan baru yang sebelumnya tidak ada, juga mengganti peran tenaga kerja manusia. Profesi yang lebih spesifik di bidang digital akan sangat dibutuhkan terlebih di bidang riset dan pengembangan software.
Mira Tayyiba, Asisten Deputi Pengembangan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Perekonomian menyampaikan , “65 persen siswa sekolah dasar (SD) saat ini akan bekerja di jenis-jenis pekerjaan yang belum ada saat ini,” tutur Mira saat acara Diskusi Publik “E-commerce Ecosystem Outlook 2018” di Jakarta kemarin (Senin, 19/2).
Dipaparkan oleh Mira, dampak pemanfaatan ekonomi digital saat ini telah menggeser posisi enam jenis pekerjaan, antara lain penjual toko offline yang digantikan oleh e-commerce, buruh pabrik tergantikan oleh mesin otomatisasi, penjaga gerbang tol yang sudah digantikan oleh mesin pembaca e-toll, rumah produksi yang akan tergeser oleh YouTube, perusahaan taksi tergeser oleh aplikasi taksi online, serta pekerja data entry yang digantikan data analytic dan big data.
Senada dengan Mira, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara juga menyatakan bahwa penerapan digitalisasi akan menyebabkan shifting pekerjaan. “Pekerjaan nanti tidak hanya di manufaktur saja, akan berkembang ke supply chain, logistik, R&D. Selain itu, yang di sektor manufaktur juga perlu rescaling atau up-scaling untuk memenuhi kebutuhan,” ujar Ngakan, dikutip dari siaran pers Kementerian Perindustrian (Selasa, 20/2) .
Dengan penggunaan teknologi terkini dan berbasis internet, menurut Ngakan, muncul pula permintaan jenis pekerjaan baru yang cukup banyak, seperti pengelola dan analis data digital, serta profesi yang dapat mengoperasikan teknologi robot untuk proses produksi di industri.
“Bahkan, ada beberapa potensi keuntungan yang dihasilkan sebagai dampak penerapan konsep Industry 4.0,” ujarnya. Keuntungan tersebut, antara lain mampu menciptakan efisiensi yang tinggi, mengurangi waktu dan biaya produksi, meminimalkan kesalahan kerja, dan peningkatan akurasi dan kualitas produk.
Merespon perubahan tersebut menurut Mira, pemerintah telah memulai kebijakan di bidang pendidikan dengan mendorong dibukanya program studi di bidang digital. Sebagai informasi, Universitas Pandjadjaran (Unpad) menjadi intitusi pertama di Indonesia yang membuka program studi Bisnis Digital untuk jenjang sarjana. Program tersebut akan dibuka pada tahun akademik 2018/2019 di Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB).