Fenomena pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak 2020 telah menjadi salah satu momentum pendorong bagi masyarakat Indonesia untuk lebih menyadari pentingnya memiliki perencanaan keuangan, termasuk dana darurat, asuransi kesehatan, hingga investasi.
Baru-baru ini, Populix secara khusus menjalankan sebuah survei untuk melihat kembali tentang kesadaran dan perilaku masyarakat Indonesia dalam berinvestasi, serta rencana investasi mereka di masa depan.
Laporan survei yang berjudul “Insights and Future Trends of Investment in Indonesia” ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia telah memiliki kesadaran yang lebih baik dalam berinvestasi.
Mayoritas (72%) responden yang disurvei mengatakan bahwa mereka telah mulai berinvestasi, terutama di kalangan generasi millennials. Angka tersebut meningkat apabila dibandingkan dengan survei Populix pada Januari 2021 yang mengungkap bahwa hanya ada kurang dari setengah responden (44%) yang telah mulai berinvestasi.
Baca juga : Apa yang Harus Dilakukan Ketika Terjadi Resesi ?
Perilaku dan tujuan investasi masyarakat Indonesia
Mayoritas responden (64%) dari segala rentang usia memiliki tujuan utama berinvestasi untuk mempersiapkan dana darurat. Secara khusus jika melihat perilaku berinvestasi dari setiap generasi, survei menunjukkan bahwa selain untuk mempersiapkan dana darurat, Gen Z dan millennials cenderung berinvestasi untuk mendapatkan penghasilan tambahan, sementara Gen X memiliki tujuan untuk mengumpulkan dana pensiun.
Reksa dana (47%) masih menempati instrumen investasi paling banyak dipilih oleh masyarakat Indonesia sejak tahun 2021. Selain itu, instrumen investasi lain yang saat ini juga banyak dipilih meliputi perhiasan emas (46%), saham (32%), logam mulia (30%), deposito (29%), properti (21%), hingga kripto (20%).
Menariknya, Gen Z cenderung memilih investasi dalam bentuk reksa dana, sementara millennials dan Gen X lebih tertarik untuk berinvestasi pada perhiasan emas. Instrumen investasi yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan memiliki profil risiko rendah merupakan dua alasan utama para responden dalam memilih instrumen investasi yang dituju.
Untuk mencari informasi seputar instrumen investasi, sebagian besar (68%) masyarakat Indonesia memanfaatkan media sosial, khususnya YouTube dan Instagram. Selain itu, mereka juga mencari informasi resmi dari OJK (42%), teman atau rekan kerja (40%), situs resmi institusi keuangan (34%), dan influencer (32%).
Sumber dana dan platform investasi masyarakat Indonesia
Dalam berinvestasi, 5 dari 10 responden mengatakan mereka menyisihkan sebagian dana dari pendapatan rutin serta tabungan mereka. Di antara 54% responden yang mengalokasi anggaran dari pendapatan rutin, mayoritas menyisihkan sekitar Rp 100.000 - Rp 250.000 pendapatan mereka.
Di sisi lain, responden juga mengalokasikan 5-10% untuk sumber dana investasi dari pendapatan lainnya, seperti tabungan, bonus atau penghasilan tambahan, THR, dana dari keluarga, dana darurat, dan hasil penjualan aset. Responden cenderung berinvestasi melalui platform aplikasi, bank, atau bahkan keduanya.
Baca juga : Tips Mengatur Investasi di Tengah Kemungkinan Resesi Ekonomi
Sebesar 71% responden memilih untuk berinvestasi melalui aplikasi karena kemudahan dalam satu aplikasi, ketentuan investasi yang tidak rumit, serta hanya membutuhkan modal yang relatif kecil. Bibit (56%) merupakan aplikasi investasi yang digunakan oleh setengah responden, diikuti dengan DANAeMAS (33%), Ajaib (28%), Tokopedia (25%), dan OVO Invest (20%).
Di sisi lain, 44% responden yang memilih untuk berinvestasi melalui bank mengatakan bahwa mereka menganggap bank sebagai perusahaan terpercaya untuk keperluan investasi, kemudahan dalam berinvestasi, dan memiliki ketentuan yang tidak rumit. Beberapa bank utama yang dipercaya oleh responden untuk berinvestasi meliputi BRI (31%), BCA (31%), Bank Mandiri (30%), dan BNI (27%).
Rencana investasi masyarakat Indonesia di masa depan
Di tengah meningkatnya minat masyarakat Indonesia dalam berinvestasi, masih terdapat 28% responden yang belum berinvestasi karena kondisi keuangan yang tidak mencukupi untuk memulai investasi (78%).
Selain itu, masih juga terdapat pemahaman bahwa investasi membutuhkan dana yang besar (36%), takut mengambil risiko (32%), kesulitan untuk memahami informasi seputar investasi (20%), trauma pengalaman penipuan investasi di masa lalu (14%), dan bertentangan dengan kepercayaan atau berisiko mengandung riba (8%).
Namun demikian, 95% responden sudah memiliki rencana untuk berinvestasi di masa depan, terutama pada instrumen logam mulia (49%), perhiasan emas (42%), saham (42%), properti (37%), reksa dana (35%), dan deposito (32%).
“Survei tersebut menunjukkan bahwa semakin banyak masyarakat Indonesia, terutama generasi muda, yang kini melek akan investasi. Artinya, saat ini mereka sudah memiliki kesadaran dan literasi keuangan yang lebih baik sebelum memulai untuk berinvestasi. Tentunya hal ini menjadi catatan positif untuk Indonesia. Namun, fenomena ini juga menjadi alarm pengingat bahwa diperlukan kolaborasi antara berbagai pihak untuk terus mengimbangi minat anak muda Indonesia pada tren investasi dengan literasi keuangan yang lebih baik lagi,” ujar Dr. Timothy Astandu, Co-Founder dan CEO Populix.