Maraknya kebocoran data pribadi secara digital akhir akhir ini menjadi topik hangat di tengah masyarakat. Kekhawatiran ini direspons Ikatan Sarjana Komunikasi Indonesia (ISKI) sebagai masalah yang serius atau setidaknya membutuhkan kesadaran publik dan pembenahan secara regulasi. Selain negara, masyarakat juga memiliki kewajiban untuk hati hati dalam melakukan ekspose data pribadi.
“Kecenderungan masyarakat kita suka ekspose data pribadi, contoh umum di kendaraan ada ilustratsi keluarga, nama anak, istri, dan lainnya,” ungkap Ketua Umum ISKI Dadang Rahmat Hidayat dalam acara ISKI talk dengan tema Gagap Digital pada Kamis, 8 September 2022.
Menurut Dadang, ekspos data pribadi bisa membuat keamanan menjadi terancam. Dalam konteks digital Dadang menekankan perlunya kesadaran bersama untuk melindungi data atau informasi pribadi.
Dalam kesempatan yang sama, Ardi Sutedja, Chairman of Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) memberikan kritik. “Dalam hal kasus kebocoran data, ternyata tidak ada satu pun lembaga yang siap menghadapi,” katanya.
Ardi menekankan perlunya SDM untuk membuat pertahanan serangan digital. Terkait regulasi, Ardi menganggap sudah ada UU ITE yang bisa jadi instrumen keamanan digital. “Publik perlu memahami aspek hukum,” pungkasnya.
ISKI Talk dengan tema Gagap Digital ini juga dihadiri oleh dua narasumber lain; Rully Nasrullah sebagai peneliti Komunikasi Digital dan juga Gerry Firmansyah, Direktur aeksekutif Dewan TIK Nasional.
Literasi Keamanan Digital
Dengan lebih dari dua ratus juta pengguna internet yang rata-rata menghabiskan minimal 8 jam sehari untuk berinternet, kesadaran akan keamanan digital menjadi hal yang semakin urgent untuk terus diedukasi kepada masyarakat.
“Kita sebenarnya sudah tidak punya kerahasiaan sejak punya smartphone. Setelah itu install banyak aplikasi dan tidak pernah lihat ijin aksesnya. Padahal mereka (aplikasi) sering kali meminta akses terhadap dokumen, kedua meminta ijin merekam foto dan video. Jika kita setujui, secara algoritma kita sudah membenarkan aplikasi tersebut mengambil data kita,” ujar Rully Nasrullah.
Sementara itu Gerry Firmansyah menggarisbawahi, literasi banyak kalangan terhadap risiko keamanan digital masih kurang. “Misalnya kita kurang kesadaran membaca disclaimer dari setiap aplikasi yang kita gunakan. Padahal risiko internet sangat cepat dan luas. Kesadaran ini yang perlu dibangun. Kita perlu terus meningkatkan awareness masyarakat akan hal ini,” pungkas Gerry.