Industri teknologi finansial (tekfin/fintech) nasional sepanjang tahun 2017 mengalami perkembangan yang pesat. Kolaborasi dan sejumlah regulasi dari pemerintah ikut mendorong perkembangan industri Tekfin saat ini.
Perkembangan signifikan terlihat dari dukungan regulasi yang semakin memberikan kepastian bagi industri, hingga tingkat literasi keuangan yang semakin baik, terutama di pasar kelompok millennial. Juga tampak kolaborasi yang semakin baik antar para pemangku kepentingan untuk memperkuat ekosistem tekfin dalam negeri.
Hal tersebut diungkapkan Ajisatria Suleiman, Direktur Asosiasi FinTech Indonesia (AFTECH). Berikut paparan lengkap laporan tahunan yang diterbitkan oleh AFTECH terkait perkembangan fintech nasional.
Komposisi Pemain Usaha dan Pengguna Layanan Tekfin
Laporan tahunan AFTECH mencatat, per Desember 2017 terdata sebanyak 235 perusahaan tekfin yang bergerak di Indonesia saat ini. Dari jumlah tersebut, sub sektor sistem pembayaran masih mendominasi, yaitu sebesar 39%. Sub sektor ini dipercaya terus menguat sejalan dengan semakin banyaknya konsolidasi dan sinergi yang dilakukan oleh para pelaku usaha untuk memadukan potensi dan kekuatan solusi dari masing-masing pihak.
Di sisi lain, jumlah pelaku usaha dari sub sektor pinjam-meminjam tercatat tumbuh pesat dari 15% pada awal tahun 2017 menjadi 32% pada akhir tahun. Hal ini turut didorong oleh terbitnya Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (P.OJK) terkait sistem pinjam-meminjam online (P2P lending) pada akhir tahun lalu. Hasilnya, data OJK melaporkan jumlah transaksi P2P lending hingga November 2017 mencapai Rp 2,2 triliun.
Selebihnya, dari 235 perusahaan, sebanyak 11% berasal dari sub sektor market provisioning, 11% dari manajemen investasi, 4% dari insurtech dan 3% dari equity capital raising.
Sementara itu, dilihat dari target pasar, pengguna layanan tekfin terbesar datang dari kelompok milenial kelas menengah, berusia 25-35 tahun, dengan pendapatan Rp 5-15 juta per bulan dan berbekal literasi digital yang baik. Kaum milenial ditengarai secara umum sudah terbiasa dengan teknologi, sehingga lebih mudah mengadopsi inovasi baru berbasis teknologi.
Kolaborasi bagi Inklusi Keuangan
Catatan penting dari pertumbuhan tekfin 2017 adalah semangat kolaborasi yang dipercaya menjadi salah kunci perkembangan industri. AFTECH melaporkan sepanjang tahun 2017, seluruh perusahaan tekfin telah berkolaborasi dengan bank baik secara langsung (77%) maupun tidak langsung (67%). Sebanyak 63,9% pelaku usaha tekfin terdata telah terkoneksi ke Bank melalui API.
“Kolaborasi atau co-kreasi merupakan salah satu ciri khas tekfin. Sinergi yang strategis antara pelaku usaha dapat mendorong pengalaman yang lebih baik untuk konsumen melalui platform yang lebih luas. Kami optimis industri tekfin dapat terus mendukung pemerintah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Target inklusi keuangan negara adalah untuk mencakup 75% masyarakat pada tahun 2019, dari 36% di tahun 2014. Hal ini menegaskan bahwa kita masih harus menempuh perjalanan panjang, dan hanya dapat tercapai jika kita semua berkolaborasi,” jelas Ketua Umum AFTECH, Niki Luhur.
Kepastian Kebijakan dan Kerja Sama Regulator
Pertumbuhan industri tekfin di tahun 2017 tidak lepas dari dukungan positif pemerintah melalui berbagai regulasi dan inisiatif yang diluncurkan sepanjang tahun. Hal ini dirasakan oleh pelaku usaha yang secara umum dilaporkan puas dengan kinerja baik Bank Indonesia (BI) dan OJK sepanjang tahun 2017. Ke depannya, pelaku usaha berharap terjalin komunikasi dan kolaborasi yang lebih baik dengan para regulator, serta terdapat peta jalan (roadmap) pemerintah yang lebih jelas terkait pengembangan industri.
Namun demikian, 62.3% dari pelaku usaha masih melihat verifikasi calon nasabah tanpa tatap muka (remote KYC) sebagai masalah regulasi utama. “Kendala utama pelaku usaha adalah melakukan verfikasi nasabah tanpa tatap muka (presence-less) dan tanpa kertas (paperless). Mengingat geografi Indonesia yang sangat menantang untuk menjangkau masyarakat hingga ke pelosok, dimana transaksi keuangan tidak dapat dilakukan seluruhnya secara fisik, maka layanan mobile atau yang dilakukan secara jarak jauh menjadi preposisi keunggulan tekfin yang dapat turut mendukung peningkatan layanan keuangan,” ungkap Sekretaris Jenderal AFTECH, Karaniya Dharmasaputra.
Meningkatnya Keseriusan Usaha
Pelaku usaha juga tampak makin serius dalam membangun usaha tekfin, dimana 49% perusahaan terbukti telah membangun sendiri atau mengeluarkan belanja modal (capex) untuk mengembangkan solusi keamanan data, 34% melakukan hal yang sama untuk mengembangkan solusi penyimpanan data (data warehousing) dan 23% melakukan hal yang sama untuk mengembangkan solusi tandatangan digital. Hal ini sejalan dengan harapan regulator untuk menciptakan layanan keuangan digital yang inovatif namun tetap memastikan kemampuan mitigasi risiko yang mumpuni.
Bukti lain keseriusan pelaku usaha dalam mebangun usaha tekfin terlihat dari kesadaran akan pentingnya standarisasi. Laporan tahunan AFTECH menunjukkan 41,4% perusahaan tekfin telah mengikuti regulasi dan standar internasional dan masih mendambakan kejelasan terkait ISO 27001 sebagai standar yang disyaratkan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi.
Skala dan Kapasitas Usaha Tekfin
Sementara itu, dilihat dari usianya, meski mayoritas pelaku usaha industri tekfin berdiri dalam kurun tahun 2015-2017, hampir 32 persen perusahaan tersebut memiliki lebih dari 100 karyawan. Ini menunjukkan bahwa secara skala perusahaan tekfin di Indonesia makin membesar, sekaligus membuktikan potensi penyerapan tenaga kerja yang ditawarkan oleh tekfin.
Terkait sumber daya manusia (SDM), pelaku usaha tekfin masih menghadapi tantangan kurangnya keterampilan (skill gap) terutama di bidang data dan analisa (data and analytics), pengetahuan industri keuangan (financial industry knowledge), pemrograman back-end (back-end programming), desain pengalaman pengguna (user experience design) dan manajemen resiko (risk management).
“Sebagai wadah yang senantiasa berupaya untuk membangun ekosistem tekfin yang lebih kondusif, AFTECH terus membuka jejaring dan bekerjasama dengan berbagai pihak. Termasuk baru-baru ini dengan Pemerintah Australia untuk memfasilitasi pertukaran SDM, keahlian, teknologi dan permodalan. Industri tekfin Indonesia khususnya sangat membutuhkan SDM di bidang data science,” jelas Aji.
AFTECH memprediksi, di masa mendatang, sektor keuangan digital akan didominasi oleh platform tekfin dari aplikasi transportasi, e-commerce dan perusahaan tekfin independen. Selain itu, peta persaingan tekfin ke depannya juga masih akan dibayangi oleh pemain-pemain dari platform internet atau teknologi global, lembaga keuangan konvensional dan perusahaan infrastruktur teknologi, termasuk perusahaan telekomunikasi.