Damon Hakim, CEO Redcomm Indonesia
Apa sih resep rahasia creative agency hingga bisa terus menghasilkan karya-karya kreatif yang mendapatkan banyak penghargaan? Bagaimana caranya supaya ide-ide terus mengalir di tengah situasi apapun? Apakah kreativitas itu termasuk bakat sehingga hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya?
Ini rahasianya: kreativitas itu tidak muncul begitu saja. Ada metode yang bisa menjadi panduan untuk mendorong ide-ide supaya bermunculan di kepala. Berawal dari ide, ada proses untuk mewujudkan ide tersebut menjadi sesuatu yang nyata. Sesuatu yang bisa dilihat, dirasakan dan menancap di benak audience, lalu menggerakkan mereka untuk berbuat sesuatu.
Artikel ini memberikan panduan lengkap metode dan proses kreatif. Panduan ini dirangkum dari pengalaman Redcomm selama dua dekade menjadi creative agency brand global maupun lokal. Kami akan memperbarui secara berkala panduan ini supaya selalu kontekstual menjadi solusi menjawab berbagai persoalan komunikasi pemasaran.
Kreativitas dalam kajian akademis
Proses kreatif dan kreativitas ini ada kajian akademisnya. Menurut Liane Gabora, Associate Professor of Psychology and Creative Studies dari University of British Columbia, kreativitas adalah sebuah proses kognitif --buah pikiran- yang mengubah pemahaman kita terhadap, atau hubungan kita dengan, dunia di sekitar kita.
Berangkat dari definisi tersebut, kita bisa mengetahui bahwa output proses kognitif ini bisa berupa dua hal. Pertama, munculnya ide-ide baru. Kedua adalah transformasi ide-ide lama yang menjadi pembaruan pada sebuah konsep. Konsep adalah gambaran mental yang membantu kita memahami berbagai hal.
Proses Kreatif
Jika kreativitas adalah proses untuk menghasilkan ide, proses kreatif adalah serangkaian aktivitas untuk mewujudkan ide tersebut menjadi bentuk nyata. Apalah artinya kreativitas tanpa proses kreatif. Jika kreativitas adalah proses untuk menghasilkan ide, proses kreatif adalah serangkaian aktivitas untuk mewujudkan ide tersebut menjadi bentuk nyata.
Ada tiga pilar proses kreatif yang bisa diterapkan baik oleh tim internal maupun agency yang bergerak di bidang kreatif.
Pilar #1: Reason
Ini adalah tahap yang paling penting. Banyak brand menginginkan kampanye iklan yang keren di mata target audience. Kampanye iklan yang keren ini diharapkan bisa menancap di kepala target audience, bisa menggugah perasaan hati mereka hingga mereka tergerak melakukan sesuatu.
Namun brand melupakan satu hal. Alasan apa brand tersebut hadir dalam kehidupan target audience-nya. Apa yang menjadi raison d’etre sebuah brand. Inilah yang selama ini kita kenal sebagai brand purpose, alasan sebuah brand itu harus ada (hadir), yang lebih kuat daripada sekedar berjualan atau mendulang uang.
Brand purpose yang kuat harus terkait dengan produk atau jasa yang ditawarkan. Persoalan apa yang bisa dibantu oleh brand melalui produk dan jasa tersebut. Brand purpose juga tidak perlu rumit karena yang penting adalah bisa relevan dengan persoalan target audience.
Sebagai contoh, dalam kampanye Mizone #siapbalikin harga diri, brand purpose-nya adalah memberikan inspirasi dan semangat untuk membalikkan keadaan ketika seseorang berada dalam posisi yang tertinggal. Purpose dari kampanye ini selaras dengan brand purpose Mizone “Help the youth feel empowered in their quest towards embracing the unknown.”
Brand Truth dan Customer Truth
Pada prakteknya beberapa brand bisa mengartikulasikan brand purpose dalam creative brief dengan jelas dan terang. Sebagian besar masih kental dengan nuansa komersial, hanya urusan jualan. Sebagian lagi bercampur dengan visi dan misi perusahaan.
Disinilah creative agency berperan memandu brand. Proses menggali brand purpose ketika merancang kampanye iklan adalah tugas dari Creative Strategist. Brand purpose adalah pertanyaan pertama yang diajukan Creative Strategist.
Ada dua komponen penting dalam memformulasikan brand purpose ini: brand truth dan customer truth. Brand truth adalah hal-hal yang merupakan hakikat sebuah brand yang terdiri brand fuel dan category fuel.
Brand fuel adalah USP (Unique Selling Proposition) sedangkan category fuel adalah situasi dan kondisi lingkungan yang dimasuki oleh brand tersebut pada waktu tertentu. Competitive landscape termasuk dalam category fuel ini.
Komponen kedua customer truth adalah hal-hal yang menjadi hakikat pada diri konsumen, terdiri dari consumer fuel dan cultural fuel. Consumer fuel adalah kebiasaan-kebiasaan konsumen sedangkan cultural fuel adalah budaya, norma dan nilai dimana seorang konsumen itu hidup.
Pada saat komponen brand truth dan consumer truth ini disandingkan, brand purpose yang kita formulasikan akan selalu relevan dengan konsumen. Brand purpose juga akan selalu kontekstual dengan situasi dan kondisi lingkungan sekitarnya.
Pilar #2: Expression
Pada tahap inilah kita mengekspresikan brand purpose sesuai dengan amanat creative brief. Secara khusus, ekspresi kreatif ini adalah wujud dari key message dan solusi atas problem statement yang ada dalam creative brief. Kreativitas yang menelurkan Ide-ide untuk mewujudkan ekspresi ini harus tetap dalam koridor creative brief.
Ekspresi ini juga harus sesuai dengan kondisi marketnya. Tidak hanya berdasarkan geografis dan demografis, tetapi juga berdasarkan budaya dan kebiasaan di dalam ekosistem dimana brand dan konsumen berada. Brand dengan purpose yang relevan dan kontekstual akan lebih mudah mengekspresikan dirinya.
Satu hal yang tak kalah penting dari ekspresi ini adalah faktor media digital. Dalam dunia digital ini, semua orang memiliki “senjata” yang sama dengan brand untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, komunikasi dari ekspresi ini harus berlangsung secara dua arah dan interaktif.
Tantangan lain adalah bagaimana membuat ekspresi itu bisa menarik minat target audience ketika mereka tenggelam dalam lautan konten. Disini, virality dari adalah sesuatu yang paling diburu oleh brand dan hampir selalu muncul dalam creative brief kepada agency.
Apakah virality itu suatu kebetulan? Ternyata tidak harus begitu.
Creative Reference
Idealnya, ekspresi kreatif itu harus mengandung unsur kebaruan (newness). Namun tantangannya adalah keterbatasan waktu. Bagaimanapun, creative brief adalah tools bisnis, khususnya untuk pemasaran. Bisnis sekarang ini sangatlah dinamis dan sulit diprediksi. Kita tidak punya cukup waktu untuk mengeksplorasi ide-ide kreatif baru.
Seperti yang dijelaskan Liane Gabora sebelumnya bahwa transformasi ide-ide lama sehingga memperbarui suatu pemikiran, juga merupakan bentuk kreativitas. Jadi tidak ada salahnya menerapkan metode ATM (Amati, Tiru, Modifikasi) dalam tahap ekspresi ini. Tujuan utamanya adalah menjawab creative brief.
Ekspresi kreatif, baik itu berasal ide baru maupun ide lama, sumbernya adalah kekayaan referensi dari kreator (tim kreatif). Tidak hanya referensi dari kreasi-kreasi yang pernah memenangkan award, tetapi juga referensi-referensi budaya, kebiasaan, nilai dan norma.
Kekayaan referensi ini berasal dari wawasan dan keanekaragaman latar belakang dari setiap anggota tim kreatif. Referensi-referensi ini yang kemudian “dilempar” di dalam sesi-sesi brainstorming yang menghasilkan strategi dan rencana kreatif.
Pilar #3: Doable
Strategi dan rencana kreatif itu harus bisa dieksekusi dengan baik. Disinilah pilar ketiga yakni Doable. Strategi dan rencana itu diselaraskan dengan anggaran, waktu, sumber daya dan ketersediaan teknologi. Disini manajemen operasi berperan sebagai tulang punggung dalam eksekusi strategi.
Jadi, ada metode untuk mendorong kreativitas. Lalu ada proses kreatif yang memupuk benih-benih ide itu hingga berbuah menjadi creative strategy dan creative plan. Dilanjutkan dengan manajemen operasional yang menjadikan berbagai output kreatif itu bisa menjawab problem komunikasi pemasaran sebuah brand.
Bagaimana proses kreatif berjalan di tempat Anda?