Tranformasi digital menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan tradisional di Indonesia. Perusahaan korporasi ataupun UKM di tuntut harus mampu bertransformasi, agar tetap bisa bersaing dalam dunia bisnis digital. Menurut riset McKinsey, adopsi teknologi dapat mendorong pertumbuhan UKM hingga dua kali lipat. Tentu, membuka peluang UKM untuk melebarkan sayap ke sistem yang lebih tertata dan tepat sasaran.
Digitalisasi UKM menjadi isu penting di tanah air karena menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, pada 2018 tercatat sebanyak 783.132 usaha kecil dan 60.702 usaha menengah ada di Indonesia. Dengan catatan ini, dibutuhkan sumber daya manusia yang berkompeten dan memumpumi dalam hal pengembangan.
Namun proses digitalisasi UKM mempunyai hambatan tersendiri. Advotics, perusahaan teknologi analitik rantai pasok asal Indonesia, mempunyai tips yang mungkin berguna untuk mendorong digitalisasi UKM, yaitu dengan UX yang ramah dan mudah dimengerti oleh pelaku UKM.
"Semua bisa dicegah jika dari produsen memiliki visibilitas, visibilitas terhadap apa yang terjadi di pasaran, dari segi apa yang dibutuhkan customer, kemasan dengan ukuran berapa gram, jalur pendistribusian, dengan cara online atau offline, dan seberapa banyak produk yang dibutuhkan. Dengan ini perusahaan tau apa yang mereka butuhkan untuk mengurangi terjadinya overstock," kata Head of Growth Advotics Venny Septiani.
Venny memberi contoh salah satu klien Advotics berskala UKM yang merupakan produsen produk minuman bubuk di Yogyakarta dapat meningkatkan jumlah karyawan sales dan merchandiser yang semula 20 menjadi 60 orang. Dia menjelaskan saat ini, Advotic sudah menangani sekitar 20 hingga 30 klien UKM, dari 60 klien lainnya, dengan masalah dan solusi yang berbeda.
"Dari sekitar 60-an klien yang dimiliki Advotics saat ini, sekitar 20 hingga 30-nya merupakan mereka yang termasuk dalam usaha kecil dan menengah, meskipun dari segi jumlah, pengguna solusi tentunya berbeda,” ungkap Venny.
Dalam upaya mendukung transformasi digital, Advotics memanfaatkan User Experience (UX), End to End Supply Chain Integrated Platform, untuk pendekatan yang lebih mendalam. Sehingga UKM dapat berkontribusi dan melihat visibilitas terhadap aktivitas supply chain dalam mengurangi resiko dan masalah.
Advotics ingin memberi solusi terhadap UKM yang ada dipasaran, untuk menghadirkan visibilitas terhadap aktivitas terkait supply chain untuk stakeholder terkait yang pertama principal dalam visibilitas hingga rantai pasokan terakhir, lalu tenaga lapangan, membantu tugas manual sehingga tim bisa lebih fokus pada strategi bisnis dan terakhir distributor, efisiensi dan otomasi proses bisnis-stok, order, pembayaran dan pengantaran.
Misalnya saja sebelumnya, sales membutuhkan pendataan secara manual dengan menghitung satu persatu barang di gudang store, namun dengan platform, data akan masuk secara real time, baik pengeluaran, data penhasilan, dan stok barang, akan mudah kita ketahui.
Sementara itu Co-Founder & CEO Advotics Boris Sanjaya menyatakan pemanfaatan teknologi yang tepat sangat memungkinkan UKM untuk meningkatkan produktivitas dan performa bisnis karena sistemnya yang online dan dapat dengan mudah diakses kapan saja.
"Sebagai perusahaan yang berdiri dengan misi untuk mengatasi tantangan sebagian besar perusahaan dalam mengelola dan melacak operasional penjualan dan distribusi produk secara manual, Advotics ingin menjadi mitra UKM Indonesia dalam melakukan transformasi digital," ungkap Boris Sanjaya.
Selain itu UKM dimudahkan dalam mengubah data dari aktivitas perdagangan dan pekerjaan offline di lapangan, menjadi data online. Transformasi digital ini bisa membantu tim manajemen dalam membuat keputusan bisnis penting seperti penetrasi penjualan, produktivitas, serta strategi penjualan ritel melalui online.
Meskipun menyasar sektor bisnis UKM di Indonesia, saat ini, Advotics juga telah dipercaya pelanggan dari segmen korporasi, yang meliputi ExxonMobil, HM Sampoerna (afiliasi dari Philip Morris International), Danone, Mulia Group, Saint Gobain, Nutrifood, dan Indosurya.