Total pengeluaran belanja iklan pada aplikasi mobile pada tahun ini diperkirakan meningkat sekitar 26%, atau dari US$190 miliar menjadi US$240 miliar seiring dengan peningkatan kehadiran merek-merek pada beragam aplikasi mobile.
Hal tersebut terungkap dalam publikasi laporan perusahaan atribusi mobile terkemuka AppsFlyer: 2020 State of Mobile. Peningkatan proyeksi belanja iklan aplikasi mobile ini diambil berdasarkan pengolahan data model prediktif, yang mengambil sampel data AppsFlyer selama periode 2017-2019 dengan cakupan lebih dari 30 miliar non-organik installs senilai US$48 miliar belanja iklan (ad spend), dan 72 ribu aplikasi.
Indonesia merupakan pasar yang mengalami pertumbuhan sangat pesat, dengan 106 juta pengguna internet seluler pada tahun 2019 dan diprediksi akan mencapai angka 126 juta pada tahun 2022. Pada tahun 2019 nilai belanja iklan aplikasi di Indonesia adalah senilai US$800 juta.
"Sebagai pasar dengan prinsip mobile-first, bahkan mobile-only, tidak dapat diragukan bahwa kawasan Asia Pasifik menjadi yang terdepan dalam ekosistem teknologi global," kata Managing Director & President APAC AppsFlyer Ronen Mense.
Dia menambahkan bahwa jika Tiongkok dan India telah lama menjadi pemain ekosistem utama, ekonomi seluler yang berkembang pesat khususnya di Indonesia akan terus mendorong pertumbuhan eksponensial di Indonesia. "Hal inilah menjadikan alasan AppsFlyer untuk membuka kantor di Indonesia,” paparnya.
Laporan dari AppsFlyer ini juga menyebutkan pertumbuhan belanja iklan di kawasan Asia Pasifik meningkat dua kali lipat dan akan terus meningkat dengan pertumbuhan tingkat penginstal aplikasi (app install).
Kehadiran negara dengan pasar yang besar seperti Tiongkok, India, Indonesia dan Jepang menjadikan Asia Pasifik pemegang porsi terbesar dalam nilai belanja iklan di aplikasi, dengan lebih dari separuh anggaran belanja dunia hingga tahun 2022.
Sebagai perbandingan, pertumbuhan pengguna internet seluler di Amerika Utara hanya akan mencapai angka 5% pada tahun 2022, sementara Eropa mewakili lanskap yang lebih beragam dari belanja iklan. Eropa akan menambah 16 juta pengguna internet pada tahun 2022 (tumbuh 6%), sedangkan kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara menambah sekitar 60 juta pengguna seluler atau tumbuh 20%, sementara kawasan Sub-Sahara Afrika bisa tumbuh dua kali lebih cepat dari itu.
Sebelumnya, laporan e-Conomy SEA 2019 yang disusun oleh Google, Temasek dan Bain & Company menyatakan Asia Tenggara adalah pengguna internet mobile tersibuk di dunia. Laporan itu menyebutkan bahwa pengguna internet seluler di Indonesia, Filipina dan Malaysia merupakan bagian dari 10 besar negara-negara pengguna internet mobile terbesar di dunia. Tren terkini bagi pengguna seluler Indonesia di antaranya adalah pembayaran digital, menonton video dan game dan lainnya.