Kalau bicara tentang perpajakan di Indonesia, biasanya ada saja beberapa orang yang kurang senang. Kesal uang pembayaran pajaknya dikorupsi, malas ama ngantri di Kantor Pelayanan Pajak, bete ngisi berkas yang tebal, atau takut hartanya banyak dipajakin.
Di era digital saat ini, semestinya hal-hal semacam itu perlahan hilang. Perkembangan teknologi yang masif mulai dimanfaatkan pemerintah untuk meningkatkan pelayanan pajak. Hal ini mestinya membuat wajib pajak tak perlu khawatir lagi soal pelayanan yang buruk.
Di Mekari Conference pada sesi "Welcoming the New Era of Digital Taxation" (25/4), Hestu Yoga Saksama, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan angkat bicara.
Ia menyampaikan kemajuan perpajakan berbasis teknologi dan bagaiman Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) dapat merasakan mudahnya membayar pajak dengan adanya transformasi digital.
"Dulu berkasnya tebel, antriannya panjang. Sekarang, bisa dari rumah, dari kafe, sambil nonton tv. Sekarang banyak layanan yang kami lakukan sudah bisa selesai real time (saat itu juga)," kata Hestu membandingkan antara pelayanan pajak dahulu dan sekarang.
Baca juga: Pajak Final Dipangkas, UMKM Harus Tumbuh Melompat
Pria lulusan S1 jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Gadjah Mada ini mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Pajak (DJP) serius mengimplementasikan teknologi pada pelayanan pajak. Beberapa fitur diantaranya e-Reg untuk pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan e-filling untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT). Jika koneksi internet kacrut, e-filling dilengkapi dengan e-form, yaitu formulir pajak yang dapat diunduh.
Selanjutnya ada e-billing, sistem pembayaran elektronik. Ada juga fitur Belajar Pajak berisi video pengetahuan dasar seputar perpajakan. Fitur lainnya bisa dilihat langsung di situs resmi DJP.
Baca juga: OnlinePajak Mulai Gunakan Blockchain
Tak hanya soal teknologi, Pemerintah juga memberi dukungan melalui regulasi. Contohnya PP No. 23 Tahun 2018 tentang PPh Final 0,5%. Ia menjelaskan, "Bagi pelaku usaha yang obyeknya tak lebih dari Rp4,8 miliar per tahun (biasanya UMKM), pajaknya sangat mudah, cuma 0,5%. Bayarnya pun cukup lewat ATM (Anjungan Tunai Mandiri) juga bisa."
Selain itu, ada juga program Business Development Service (DBS). Program BDS adalah salah satu strategi pembinaan dan pengawasan kepada Wajib Pajak UMKM dalam membina dan mendorong pengembangan usahanya secara berkesinambungan. Ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran (awareness), keterikatan (engagement), dan kepatuhan (compliance) terhadap pajak.
Baca juga: Pajak E-commerce Dinilai Tidak Adil
Hestu mengatakan bahwa rencana mereka ke depan adalah bagaimana edukasi perpajakan dapat hadir di marketplace. "Mungkin nantinya bisa daftar NPWP di sana, menghadirkan fitur pencatatan pendapatan yang dapat langsung dikalkulasi untuk kebutuhan perpajakan," tambahnya. Rencana ini masih belum diketahui kapan terealisasi karena masih dicoba untuk mengkomunikasikannya dengan berbagai pihak terkait.
Salah satu langkah yang sedang digarap DJP adalah Reformasi Perpajakan yang ditargetkan selesai tahun 2020. Hal ini menyangkut perubahan sistem perpajakan yang menyeluruh. Ada 5 pilar yang dikerjakan, antara lain organisasi, sumber daya manusia, teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan peraturan perundang-undangan.
Dengan adanya pembenahan seperti ini, diharapkan stigma negatif masyarakat terhadap pajak perlahan menghilang. Akhirnya membayar pajak tak perlu diminta lagi, tapi menjadi kebiasaan yang menyenangkan.
Oh, ya, sudah bayar pajak? Hahaay...
Baca juga: idEA Minta Rancangan Peraturan Pajak E-commerce Diuji Publik