Startup kini mulai melirik Initial Public Offering (IPO) sebagai opsi pendanaan dan memperkuat langkah ekspansi bisnis. Tak hanya itu, perusahaan yang go public berpeluang besar meningkatkan brand di mata investor internasional. Namun, diperlukan strategi dan persiapan IPO yang matang.
“Perusaahaan dapat memulai IPO untuk memperoleh keuntungan. Startup atau perusahaan konvensional paling tidak memerlukan waktu sekitar dua belas bulan untuk menyiapkan perusahaan, termasuk memperhitungkan kapan listing,” kata Andy Tai, Head of Media and Technology Investment Banking Southeast Asia, Goldman Sach, dalam sesi conference bertajuk IPOs in ASIA, di acara Tech in Asia Jakarta 2017, Kamis (2/11).
Lebih lanjut, Tai berpendapat jika saham IPO menarik bagi investor maka startup punya potensi growth ke depan untuk mendapatkan dukungan pendanaan. Banyak faktor yang membuat investor menanamkan modalnya.
Dalam skala global, termasuk di US investor akan melirik teknologi yang potensial di masa depan, menilai profil perusahaan keseluruhan, history, potensi listing venue, dan profitability test. Namun, di Asia Tenggara investor juga melihat apa yang orang pikirkan, butuhkan, dan alasan sebuah startup untuk melantai di bursa saham.
Delano Musafer selaku Head of Asia-Pasific Capital Markets, New York Stock Exchange, mengatakan dalam legal proccess menuju IPO, perusahaan harus memperhatikan sisi good government, sustainable growth, dan rasio keuangan.
Sebagai bagian dari rencana IPO, tentunya founder perlu merekrut akuntan publik berpengalaman dan memperhatikan setiap laporan keuangan. Hal itu dapat memperkuat sekaligus memperbaiki semua kinerja perusahaan.
“Sebelum listing para founder wajib melakukan evaluasi bagaimana kondisi capital market saat ini, fund flows jangka panjang, dan mempersiapkan tim untuk fokus engage market sebelum dan setelah IPO,” tutup Delano.