Gulung tikarnya beberapa toko ritel Tanah Air akhir-akhir ini menjadi perbincangan hangat. Mulai dari tutupnya seluruh gerai 7-Eleven (Sevel) yang merupakan anak usaha PT Modern Land Internasional Tbk, PT Ramayana Lestari Sentosa yang menutup delapan gerai, dan PT Matahari Department Store Tbk yang menutup dua toko di Pasaraya Manggarai dan Pasaraya Blok M.
Yang terbaru, yakni kabar Lotus Department Store yang akan menutup gerainya di Thamrin, Cibubur, dan Bekasi. Agar tak mengalami rugi besar, rata-rata perusahaan mengadakan diskon besar-besaran atau midnight sale agar menarik konsumen supaya stok habis.
Kelesuan di sektor retail salah satunya dipengaruhi kesiapan masyarakat yang cepat beradaptasi dengan teknologi, salah satunya pergeseran pola belanja dari offline ke online. Transformasi ke era ekonomi digital memperlihatkan bahwa bisnis yang mampu bertahan karena mengikuti perkembangan teknologi. Namun, bagi retail konvensional akan sulit melaju karena model bisnis yang berbeda.
Dalam paparannya di Chain Store Age, Managing Director Accenture Jill Standish mengemukakan bahwa untuk bertahan dan berkembang dalam era ekonomi digital, retailer terkemuka perlu berpikir lebih mendalam. Dalam artian mengidentifikasi ulang tujuan bisnis dan membuat pendekatan pemasaran baru dalam membangun ikatan emosional dengan pelanggan.
Peritel offline sebenarnya mampu bertahan dengan mengevaluasi cara menghadapi persaingan bisnis. Contohnya seperti yang dilakukan Wallmart yang akan menggandeng Google untuk menghadirkan platform belanja daring. Standish pun memberikan beberapa cara efektif yang dapat diterapkan peritel untuk menggali inovasi.
Ancaman Eksistensial
Persoalan di era ekonomi digital yang dihadapi retailer konvensional bukan sekadar penjualan yang lambat atau penurunan profitabilitas, sebaliknya ancaman bersifat eksistensial. Kebangkrutan dan penutupan gerai akan menjadi hal yang umum bahkan nama besar pun terlibas.
Standish mengambil contoh, pada natal 2016 keuntungan peritel online meningkat 16% sementara department store kehilangan lebih dari 6% penjualan. Ini menjadi isyarat bahwa peritel online lebih memahami dan memusatkan perhatian pada customer needs.
Untuk beberapa waktu, retailer besar memang berusaha memperbaiki citra perusahaan dan memastikan mereka dikenal konsumen. Namun, strategi tersebut tak lagi efektif. Hal paling penting justru memahami keinginan dan memikirkan apa yang bisa brand berikan pada konsumen.
Fokus Pada Keunikan
Satu hal yang membedakan retailer online adalah pendekatan yang mampu meng-engaged konsumen. Retailer konvensional perlu menggunakan pendekatan yang lebih radikal dan pastikan inti dari produk yang ditawarkan dikomunikasikan setiap saat. Promosi bisa dilakukan secara masif lewat pegawai hingga media sosial.
Konsumen juga dapat terhubung dengan brand yang ditawarkan melalui kerja sama antara peritel dan komunitas. Karenanya pendekatan lokal sangat diperlukan dan brand yang dijual akan memiiliki nilai tambah tersendiri.
Peritel yang melakukan hal ini akan dapat beradaptasi karena lebih dekat dengan konsumen dan mengetahui perubahan kebutuhan setiap saat. Diperlukan keunikan dan fleksibilitas untuk menyesuaikan diri.
Mengubah Mindset SDM dan Manajemen
Perubahan radikal cenderung mengarah pada bagaimana mengatur ulang cara kerja, struktur organisasi, dan penggunaan teknologi yang efektif. Peritel terkemuka tentu akan me-redesign bagaimana memaksimalkan SDM sehingga memberi peran strategis dan berkontribusi menjaring konsumen.
Selain itu, besarnya data yang beredar menuntut peritel menggunakan analisis untuk membantu karyawan menggali wawasan menjadi peluang. Peritel juga harus memikirkan cara menarik untuk meningkatkan integritas karyawan.
Tantangan di era ekonomi digital tidak akan mudah. Oleh karena itu, peritel bisa belajar pada pemain industri besar untuk memasukkan jaringan mitra digital besar dan kecil, serta menggunakan data dan analisis untuk memaksimalkan bisnis.
Risiko menjadi peritel konvesional bisa sangat mengerikan jika tidak mengidentifikasi ulang tujuan, belajar dari pengalaman, dan memanfaatkan teknologi maju agar benar-benar berfokus melihat hal terpenting bagi konsumen dan membuat mereka ‘jatuh cinta’ lagi dengan brand ritel tersebut.