Kolaborasi Produktif, Desainer Muda Wujudkan Mimpi Pekerja Eks Dolly

Oleh: Desy Yuliastuti
Rabu, 25 Oktober 2017 | 11:05 WIB
Sebagai salah satu industri tanah air yang sedang mengalami pertumbuhan, industri kreatif dan UKM dapat menjadi potensi dan kekuatan baru dalam meningkatkan ekonomi Indonesia ke depannya

Sebagai salah satu industri tanah air yang sedang mengalami pertumbuhan, industri kreatif dan UKM dapat menjadi potensi dan kekuatan baru dalam meningkatkan ekonomi Indonesia ke depannya. Data Kementerian Perindustrian Republik Indonesia tahun 2015 menyatakan bahwa industri kreatif Indonesia tumbuh sekitar tujuh persen per tahun.

Potensi ini tentunya perlu dimaksimalkan agar dapat mendukung pertumbuhan perekonomian Indonesia. Namun, tantangan terbesar di era ekonomi digital adalah meningkatkan aksesibilitas UKM untuk go-digital dan meningkatkan kapabilitas UKM untuk menghasilkan produk yang baik.

Berangkat dari permasalahan ini, Kreavi, platform digital yang menghubungkan talenta-talenta kreator visual dengan berbagai pemangku kepentingan dalam ekosistem kreatif di Indonesia, bekerja sama dengan Pemerintah Kota Surabaya yang menanungi Usaha Kecil Menengah (UKM) di Kota Surabaya membuat proyek kolaborasi bernama Tatarupa.

Melalui Tatarupa, para desainer produk muda di Kreavi mencoba menciptakan inovasi-inovasi baru yang memberikan dampak positif terhadap bisnis skala kecil (UKM). Dengan harapan UKM yang tergabung dalam Pahlawan Ekonomi Surabaya yang digagas Walikota Surabaya, Tri Rismaharini, dapat memperluas pemasaran dan meningkatkan kualitas dan nilai jual produk.

“Hasil karya Kreavi salah satunya karya desain kemasan yang membawa perubahan dan dapat menambah nilai jual, Redesign to Make Changes”, kata Joditha selaku Project Manager Kreavi.

Hasil nyata kolaborasi Tatarupa sudah bisa dirasakan oleh para pelaku UKM, seperti Wiwit Manfaati founder Witrove dan Fitria Anggraini L founder Jarak Arum. Kisah mereka dibagikan dalam diskusi bertema “Empowering Small Business with Creativity” di Menara by Kibar, Jakarta.

Pentingnya Edukasi Branding bagi UKM

Wiwit menceritakan bagaimana ia awalnya seorang ibu rumah tangga biasa yang terpaksa bekerja karena keluarganya mengalami krisis ekonomi. Untuk membantu suami, ia kemudian mengikuti pelatihan keluarga miskin dan menekuni usaha kreasi enceng gondok. Ketika merintis usaha inilah Wiwit mengenal konsep branding dan mengawali usaha Wiwit Collection.

“Awalnya produk saya tidak ada namanya, tidak ada branding-lah istilahnya. Jadi, ketika ikut pameran saya juga bingung memperkenalkannya sebagai apa. Lalu ikut Tatarupa, kemudian dapat nama dan branding “Witrove”. Setelahnya omset penjualan saya naik beberapa kali lipat dari sebelumnya dan produk saya juga sudah diekspor ke Belanda dan Amerika Selatan,” jelas Wiwit.

Di Tatarupa, Wiwit Collection berkolaborasi dengan Jessica Edina. Ia sendiri tidak menyangka bisa berkolaborasi dengan Wiwit Collection.“Produknya udah bagus dan sudah banyak orang yang tahu,” ujarnya.

Ia berdiskusi dengan Ibu Wiwit untuk menghasilkan desain yang tidak hanya bagus, namun juga menjawab permasalahan. Sebagai strategi branding, mereka pun mencetuskan nama Witrove (Wiwit dan Trive, yang artinya harta karun).

Witrove sendiri adalah UKM dengan produk hasil anyaman dari encek gondok berupa tas dan berbagai furniture. Nama Witrove terinspirasi dari cerita Wiwit yang menganggap usahanya ini sesuatu yang berharga, sehingga beliau pun dapat  memaksimalkan potensi yang ada menjadi inovasi.

 

Mantan Pekerja Eks Dolly Sukses Jadi Pengusaha

-

Lain halnya Fitri yang merupakan salah satu pekerja yang terkena dampak penutupan Dolly—tempat beroperasi pekerja seks komersial di Surabaya. Ia sebelumnya adalah penjahit pakaian untuk para pekerja malam di sana.

Hidup Fitri mulai berubah setelah mengikuti pelatihan untuk warga lokalisasi dan belajar membuat batik dengan ciri khas daerah yang telah lama ia tempati. Ia pun membuat Jarak Arum yang memiliki ciri khas motif kupu-kupu yang menggambarkan perempuan sekitar Dolly.

Dalam Tatarupa, Fitri bertemu dengan Vanny Olivia Lianto yang menjadi desainer Jarak Arum. Vanny punya cerita lain, ia sudah biasa mendapat tugas mendesain sebuah produk, tetapi ia ingin karya yang dibuatnya benar-benar diimplementasikan dalam kehidupan pelaku usaha.

Vanny kemudian mengikuti program Tatarupa dan bertemu langsung dengan para pengusaha UKM. Bagi Vanny Bagian yang menantang adalah membuat desain yang bisa menceritakan kisah perjuangan pelaku UKM yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.

Batik Jarak Arum memang memiliki latar cerita yang kurang baik dan kisah kelam yang disimbolkan motif kain. Namun, Vanny bersama Fitri ingin mengubah gambaran tentang kampung Dolly menjadi kampung sentral batik terkeren di Surabaya.

Dalam diskusi dan sesi sharing, Tri Risma Harini menekankan pentingnya peran anak muda sebagai pembawa perubahan. “Buat anak muda sebenarnya mereka mempunyai dasar kreativitas, dan mampu memberikan perubahan. Tetapi sayangnya mereka tidak mau mempraktikan secara langsung,” kata Risma.

Berbagai inspirasi dapat kita petik dari kisah UKM yang bangkit bersama desainer produk muda Kreavi. Indonesia memiliki talenta muda kreatif di mana-mana yang bisa diajak berkolaborasi positif, misalnya dalam membantu upaya UKM Go Digital untuk memasarkan produk. Semua bisa asal mau, nggak ada ragu.