Industri sistem pembayaran di Indonesia bersiap memasuki babak baru ke era less cash society (LCS). Sejak 2-3 tahun terakhir, pembayaran cashless mulai terlihat dari pembayaran transportasi umum, seperti Transjakarta dan KRL, yang awalnya menggunakan uang fisik telah beralih menggunakan e-money. Menyusul pada 31 Oktober 2017 tak akan ada lagi penggunaan uang tunai pada transaksi pembayaran di jalan tol.
Kemajuan teknologi ini menjadi peluang bisnis baru bagi e-commerce untuk layanan isi ulang (top up ) uang elektronik. Kendati hal tersebut bisa memudahkan dan memberi nilai tambah, baik bagi perusahaan maupun bagi masyarakat, tapi tetap harus mengantungi izin dan mengikuti aturan Bank Indonesia sebagai regulator sistem pembayaran.
Direktur Departemen Pengawasan dan Kebijakan Sistem Pembayaran Bank Indonesia (BI), Pungky Wibowo mengatakan, izin uang elektronik didasarkan pada ketentuan uang elektronik dalam Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 16/11/DKSP tanggal 22 Juli 2014 tentang Penyelenggaran Uang Elektronik.
Adapun yang wajib mengajukan permohonan izin menyelenggarakan uang elektronik adalah lembaga nonperbankan dengan jumlah dana float Rp 1 miliar ke atas. Ketentuan tersebut tercantum pada Pasal 5 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 11/12/PBI/2009 tentang Uang Elektronik sebagaimana telah diubah terakhir melalui PBI Nomor 18/17/PBI/2016.
Sejak aturan baru tersebut diberlakukan, Bank Indonesia telah menghentikan sementara layanan isi ulang uang elektronik (e-money) beberapa perusahaan, seperti TokoCash milik Tokopedia, ShopeePay punya Shopee, PayTren milik Yusuf Mansur, dan BukaDompet andalan Bukalapak.
Penghentian sementara dilakukan selama belum ada izin dari BI. Izin akan diproses setelah semua persyaratan dilengkapi dan makan waktu 35 hari setelah proses assessment selesai. Hal ini diatur supaya konsumen terlindungi saat menempatkan uang elektroniknya dan tercipta kompetisi sehat antaroperator e-money.
Tak hanya itu, dalam aturan pendirian penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran di Tanah Air, BI menekankan bagi perusahaan bank atau nonbank yang ingin mendirikan bisnis pembayaran non tunai, harus berbadan hukum Indonesia, wajib penggunaan rupiah, dan pemrosesan transaksi domestik. Batas dana yang dapat ditampung pengguna dalam Dompet Elektronik ditentukan paling banyak Rp10 juta.
Sampai saat ini Bank Indonesia telah memberikan lisensi kepada 26 perusahaan operator e-money. Di antaranya ada 11 bank dan sisanya merupakan perusahaan teknologi dan komunikasi. Termasuk di dalamnya, GoPay dari GoJek (sejak September 2014) dan OVO bagian dari Grup Lippo (sejak Agustus 2017).
Berikut daftar perusahaan penyedia layanan uang elektronik yang tercantum dalam situs resmi BI:
1. PT Artajasa Pembayaran Elektronis, 21 November 2012
2. PT Bank Central Asia Tbk, 3 Juli 2009
3. PT Bank CIMB Niaga, 27 Maret 2013
4. PT Bank DKI, 3 Juli 2009
5. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, 3 Juli 2009
6. PT Bank Mega Tbk, 3 Juli 2009
7. PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, 3 Juli 2009
8. PT Bank Nationalnobu, 29 april 2013
9. PT Bank Permata, 23 Januari 2013
10. PT Bank Rakyat Indonesia , 29 Desember 2010
11. PT Finnet Indonesia, 1 Juli 2012
12. PT Indosat, Tbk, 3 Juli 2009
13. PT Nusa Satu Inti Artha (DOKU), 25 Maret 2013
14. PT Skye Sab Indonesia, 3 Juli 2009
15. PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk, 3 Juli 2009
16. PT Telekomunikasi Seluler, 3 Juli 2009
17. PT XL Axiata, Tbk, 11 Maret 2011
18. PT Smartfren Telecom Tbk, 16 Juni 2014
19. PT Dompet Anak Bangsa (Go-Pay), 29 September 2014
20. PT Witami Tunai Mandiri (True Money), 5 Januari 2015
21. PT Espay Debit Indonesia Koe, 20 Juni 2016
22. PT Bank QNB Indonesia Tbk, 1 Maret 2017
23. PT BPD Sumsel Babel, 4 April 2017
24. PT Buana Media Teknologi, 29 Mei 2017
25. PT Bimasakti Multi Sinergi, 4 Juni 2017
26. PT Visionet Internasional (OVO), 22 Agustus 2017