Tahun 2018 lalu, industri eSport diprediksi menjadi industri yang sangat potensial untuk terus berkembang di era digital. Popularitasnya kian meningkat karena 2 hal. Pertama, dijadikan cabang olahraga (cabor) tanpa medali di Asian Games 2018. Kedua, salah satu atletnya, Tyler "Ninja" Blevins asal Amerika Serikat (AS) menjadi perbincangan hangat di media sosial mengalahkan Cristiano Ronaldo, pesepakbola tersohor.
Sedangkan di 2019, berbagai negara mulai membuka diri menciptakan ekosistem eSport. Mereka mulai bekerjasama dengan para pelaku di industri eSport dan organisasi-organisasi lainnya yang mendukung. Hasilnya, eSport akan menjadi cabor bermedali di ajang SEA Games 2019 di Filipina. Sementara untuk Olimpiade Tokyo 2020 di Jepang dan Asian Games 2022 di Tiongkok masih diperdebatkan.
Dunia eSport pun yang terus berkembang, tetapi masih banyak orang yang belum mengetahuinya. Berikut pengenalan singkat tentang dunia eSport yang telah dirangkum oleh Digination.id.
Publisher
Industri eSport sendiri tidak akan ada tanpa para developer (pengembang) atau publisher (penerbit). Beberapa dari mereka juga turut andil menyelenggarakan kompetisi besar kelas dunia seperti Riot Games yang menyelenggarakan The League of Legends Championship Series dan Valve Corporation yang menyelenggarakan Dota 2 International.
Baca juga: Ini Dia Peluang Karier di Industri Game
Berbeda dengan olahraga pada umumnya, satu tim dalam eSport biasanya terbagi menjadi beberapa tim sesuai dengan permainan yang ada. Misalnya salah satu tim eSport ternama, Team Liquid. Tim yang berlogo kuda berwana biru itu berlaga dalam 20 permainan. Beberapa judul permainan eSport di antaranya Dota, FIFA, Fortnite, dan League of Legends.
Tim eSport ada yang dibentuk secara kolektif oleh para gamer yang ingin menjadi atlet profesional, ada juga yang dibentuk oleh investasi dari para pengusaha, perusahaan hiburan, atau pemilik klub olahraga tradisional. Ada juga perusahaan lain yang mulai melirik potensi besar industri eSport untuk membuat sebuah tim, contohnya Red Bull.
Selain itu, ada juga persamaannya dengan sebuah tim olahraga tradisional: tidak ada tim eSport yang besar tanpa atlet eSport yang hebat. Salah satu atlet eSport yang sering diperbincangkan di media sosial adalah Tyler "Ninja" Blevins.
Baca juga: TCG Berbasis Blockchain Dukung Pemain eSport
Penyelenggara Turnamen dan Liga
Sebuah tim eSport jelas harus terpisah secara finansial dari penyelenggara turnamen atau liga. Alasannya supaya penyelenggaraan acara jauh dari unsur kecurangan.
Para penyelenggara turnamen dan liga membutuhkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk menyelenggarakan kompetisi yang baik. Sama seperti olahraga pada umumnya, penyelenggara juga mendapatkan keuntungan dari hak siar karena banyaknya jumlah penonton. Apalagi sejak tren menonton pertandingan eSport meningkat.
Penonton yang ingin menonton pertandingan secara langsung harus membayar. Sedangkan, jika menonton melalu live streaming, ada yang berbayar dan ada juga yang tidak.
Baca juga: Masuk Ke eSport, SAP SE Siap Dukung Tim Liquid
Sejauh ini, seperti yang dikutip dari The eSports Observer, merek dan iklan merupakan sumber pendapatan terbesar untuk setiap sektor dalam eSport, baik publisher, tim, dan penyelenggara turnamen atau liga.
Misalnya dalam sebuah tim. Layaknya sebuah tim dalam olahraga pada umumnya, logo sebuah merek yang mensponsori akan terpajang pada seragam setiap atlet dalam tim tersebut. Tidak hanya itu, perangkat keras maupun lunak juga dapat menjadi lahan bagi pihak sponsor yang ingin beriklan. Sama halnya ketika atlet dalam olahraga tradisional mengenakan sepatu bermerek Nike atau Adidas yang mensponsori timnya.
Tidak jauh berbeda dengan turnamen dan liga. Biasanya, merek yang memberikan dana sponsor paling besar akan menjadi nama turnamen atau liga tersebut.
Nah, sudah mulai tahu tentang eSport, kan?
Baca juga: Mau Ngiklan Lebih Murah dan Efektif? Pake Influencer Aja!