Berbagai tekanan dan permasalahan dalam pekerjaan, mau tidak mau, harus dihadapi. Seringkali tekanan dan permasalahan itu membuat seorang stres. Atau lebih buruknya, depresi.
Untuk menghindari hal tersebut, banyak cara dilakukan, pergi ke alam bebas, meditasi, berkumpul dengan keluarga dan teman-teman, atau sekadar relaksasi berjalan santai di udara yang segar. Tujuannya untuk mengelola stres agar kerja tetap produktif.
Namun, bagaimana jika cara-cara di atas tidak berhasil? Sebenarnya, dari mana stres itu berasal?
Dikutip dari Zeit Online, David Heinemeier Hansson, founder dan CTO di sebuah perusahaan perangkat lunak Basecamp menyebutkan bahwa dunia kerja harusnya selalu menyenangkan. Tapi, ternyata masih saja ada orang yang mengalami stres. Menurutnya, penyebab stres ada 3. Apa saja, ya?
Baca juga: Tips Anti Stres untuk Startup
Ruang kantor
Banyak perusahaan saat ini memiliki ruang kantor yang terbuka. Maksudnya, ruang kantor yang besar, luas, dilengkapi meja dan komputer, dan diisi oleh banyak orang. Seperti ruang kantor pada perusahaan-perusahaan besar pada umumnya. Akan tetapi, ruang kerja yang besar seperti ini sangat tidak cocok untuk karyawan yang membutuhkan konsentrasi tinggi ketika bekerja.
Bayangkan, seseorang dapat dengan mudah memanggil rekan kerja yang duduk di tempat yang berjarak lebih jauh. Seorang akan dengan mudah berjalan lalu-lalang dari meja yang satu ke meja yang lain. Atau duduk di sebelah seseorang yang memiliki banyak panggilan telepon. Jelas, hal ini akan memecah konsentrasi ketika bekerja. Kerja jadi terhambat, tidak produktif, dan tidak terselesaikan.
Baca juga: 2019 Ganti Kantor, Biar Makin Produktif!
Terlalu terobsesi dengan pertumbuhan dan kesuksesan yang cepat juga bisa menimbulkan stres. Semua pegiat bisnis di era digital pasti berkiblat ke Silicon Valley, tempat perusahaan-perusahaan besar digital yang berstandar tinggi. Ada baiknya mencontoh, namun hal yang buruk adalah obsesi yang berlebihan. Misalnya ingin menjadi besar dan sukses dalam waktu sesingkat mungkin.
Alat komunikasi
Berkembangnya teknologi untuk berkomunikasi seharusnya dapat memfasilitasi kebutuhan banyak orang untuk saling terhubung. Nyatanya, terkadang justru malah sebaliknya. Banyak aplikasi komunikasi baru, seperti Whatsapp, Skype, Line, dan lain-lain yang menggantikan fungsi e-mail sebagai bentuk komunikasi yang lebih formal.
Terkadang, seorang harus standby dengan aplikasi chat-nya karena hal yang dibicarakan sangat penting. Sulit untuk bisa mematikan atau meninggalkannya. Mengapa? Karena akan tertinggal informasi terbaru dan sulit dihubungi.
Notifikasi pesan personal dan grup yang tiada henti dapat membuat stres. Apalagi, ketika seorang ingin melakukan pekerjaan dengan damai. Komunikasi berbasis chat membutuhkan respon yang cepat dan segera. Sementara ketika seorang menggunakan e-mail, ia dapat memutuskan sendiri kapan harus merespon.
Jangan sampai stres, ya...
Baca juga: Media Sosial Ciptakan 3 Tren Komunikasi Masa Depan