Untuk menghadapi era industri 4.0, Indonesia harus segera mempersiapkan diri agar tidak kalah saing dengan negara lain di dunia.
Basuki Yusuf Iskandar, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Komunikasi dan Informatika (Balitbang SDM Kemkominfo) mengatakan, "Teknologi terus bergerak. Ketika pemerintah sedang mempersiapkan industri 3.0, datang tantangan untuk mempersiapkan industri 4.0. Sulit dibayangkan bahwa Indonesia yang diverse dan luas harus bergerak bersama untuk satu tujuan. Literasi digital harus terus dilakukan karena SDM adalah salah satu kuncinya. Tapi, tidak ada alasan untuk pesimis. Kita harus siap!" ujarnya.
Lewat Digital Talent Scholarship 2018 yang diselenggarakan Kemkominfo, pemerintah Indonesia berhasil mengikutsertakan 1.000 orang untuk belajar tentang kecerdasan buatan (AI), Big Data, Cybersecurity, Cloud Computing, dan bisnis digital. Kedepannya, Basuki berharap kuota peserta beasiswa ini ditingkatkan.
Baca juga: Infrastruktur Digital Penting Untuk Hadapi Industri 4.0
Beberapa program Google untuk mencetak developer-developer android dan web baru di Indonesia adalah Developer Student Clubs (DSC), Faculty Training by Google Developers, dan Google Developers Kejar. Dalam diskusi panel di acara Google for Indonesia Developer Showcase 2018 (6/12), turut hadir perwakilan dari ketiga program tersebut.
Maclaurin Hutagalung, pengajar di jurusan Teknik Informasi di Institut Teknologi Harapan Bangsa (ITHB), Bandung, Jawa Barat pernah menerima pelatihan dari Faculty Training by Google Developers. Sudah satu tahun ia menggunakan kurikulum dari Google untuk mengajarkan 100 mahasiswanya.
Baca juga: Hadapi Era Digital, Kemenperin Dorong Pendidik Siapkan Kurikulum
Doktor asal Sumatera Utara ini sempat meninggalkan dunia coding, tetapi teknologi yang terus berkembang membuatnya kembali belajar. Setelah lulus dan mendapatkan sertifikat Android Developer Expert dari Faculty Traning by Google Developers, ia dapat membagikan ilmu yang dimiliki kepada mahasiswanya di kelas.
"Dengan pemrograman android yang diajarkan, mahasiswa saya jadi terbuka wawasannya, memiliki peluang lebih banyak untuk kerja praktek, dan 50% mahasiswa yang mengerjakan tugas akhir memilih untuk membangun aplikasi android," tambahnya.
Selanjutnya, Tesya Nurintan, perwakilan dari Developer Student Clubs (DSC) di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengatakan bahwa DSC bukan hanya sebuah komunitas yang membangun proyek tapi juga membangun manusia. "Maksudnya adalah setiap orang yang bergabung dengan DSC biasanya masih awam tentang teknologi. Kan tetapi setelah bergabung, mereka bisa membuat aplikasi android yang bermanfaat bagi masyarakat," tambahnya.
Baca juga: Kini Deteksi Katarak Bisa Lewat Aplikasi Android
Terakhir, Ibnu Sina Wardy, Founder and Chairman di GITS Indonesia, sebuah perusahaan agensi perangkat lunak, menceritakan pengalamannya seputar dunia developing. Ia menjadi fasilitator di program Google Developers Kejar karena kesulitan mencari developer profesional di Bandung, Jawa Barat untuk perusahaannya.
"Sebenarnya banyak sekali hal yang belum ada di Google Developers Kejar. Tapi, lulusan Kejar adalah pekerja yang tangguh, punya keinginan kuat untuk terus belajar secara mandiri. Oleh karena itu saya tidak jarang merekrut mereka menjadi bagian dari GITS Indonesia," kata Ibnu.
Laki-laki lulusan Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat ini juga mengajak rekan-rekannya di GITS Indonesia untuk menjadi fasilitator di Google Developers Kejar. Ia berpesan, "Apabila ingin menambah ilmu, ingin menjadi expert, teruslah berbagi ilmu. Teruslah sharing dengan siapapun."
Kalau mereka bisa, kamu pasti juga!
Baca juga: Belajar dari 5 Produk Gagal Google