Industri kreatif digital memang gak ada matinya. Sebuah kreativitas ditambah unsur teknologi mampu menyulap hal sederhana jadi luar biasa. Lewat bootsrapping David Soong, Founder dan CEO Sweet Escape, startup penyedia jasa fotografer profesional, membuktikan sendiri keterbatasan tak menghalanginya menjadi photopreneur sukses.
David Soong sebenarnya bukan nama baru di dunia entrepreneur. Sejak tahun 2002, ia terjun ke bisnis kreatif lewat Axioo Photography, jasa fotografi pernikahan. Bersama sang istri, David juga membangun jaringan restoran Boga Group yang mengelola beberapa brand terkenal di antaranya Shaburi, Kintan Buffet, Pepper Lunch, dan Onokabe.
Tak berhenti di situ, passion di fotografi membuatnya melirik peluang bisnis di bidang teknologi dan mendirikan startup Sweet Escap tahun 2015. Seperti founder startup lainnya, ia memiliki cerita unik. Peluang bisnis dan idenya lahir justru dari situasi kepepet.
“Pertama launching Axioo, gak ada modal. Cuma dua kamera dan dua lensa, gak punya uang untuk bikin studio dan beli lampu. Biaya promosi dan marketing, nol. Akhirnya kita buat berbeda, udahlah kita foto di luar aja, ke Bogor, Pulau Seribu, sekitar sini, tapi itu unik. Lalu kita mulai eksplor ke Bali, Jogja, dan daerah lain,” katanya kepada Digination.id di sela acara Idea Fest 2018 beberapa waktu lalu.
Baca juga: Kisah Binatang dalam Dunia Entrepreneur
Usahanya saat itu terbilang berhasil. Karena keunikannya, Axioo Photography sudah menjangkau Afrika, Islandia, dan Maroko. Menurutnya, dalam bisnis di dunia kreatif harus punya ide yang benar-benar disukai pasar sebelum melangkah ke pendanaan lebih besar, merancang business plan, dan rekrut tim lebih banyak. “Jangan komplain kalau gak punya modal, ambil keuntungan. Kalau dulu saya punya modal dan bikin studio seperti saingan yang lain, gak akan seperti ini,” tambahnya.
Serupa tapi tak sama, berawal dari keinginan pribadi yang ingin muncul dalam foto keluarga saat liburan, David kemudian merintis jasa fotografi Sweet Escape. “Selama jadi fotografer jarang banget saya ada dalam foto keluarga, selama jalan-jalan saya inget banget gak ada foto bertiga, yang ada minta bantuan orang mengambil foto saya. Bermula dari situ kita dapat poinnya."
David terbilang berani karena lewat bootstrap, alias tanpa bantuan angel investor hingga venture capital, Sweet Escape kini menjadi aplikasi on demand photography yang menjangkau 500 kota di seluruh dunia. “Konsepnya begini, kami punya local photographer yang ke mana pun kita pergi bisa booking lewat aplikasi dan janjian ketemu di mana. Jadi, klien tidak perlu repot membeli tiket atau membiayai akomodasi fotografernya,” jelas David.
Jalan bootstrap pun dipilih bukan tanpa perhitungan matang. Menurutnya, bisnis tak melulu memikirkan pendanaan investor, tapi mulai dari hal kecil dengan catatan harus berani punya mimpi besar. “Saya bikin Sweet Escape cita-cita kaya Air BnB. Tapi gak boleh minder, saking takutnya gak mulai. Nothing is impossible!”
Lalu, bagaimana strategi David memulai bisnis secara bootstrapping? Ia menyebutkan bahwa di awal tak perlu banyak orang lain campur tangan, lakukan partnership secukupnya. Setelah kita punya entrepreneur mindset, bisnis jalan, baru pikirkan langkah selanjutnya.
Baca juga: Sociabuzz Ramaikan Marketplace Jasa Fotografi di Indonesia
“Saya selalu bootsraping mulai dengan limited resources, ada market baru digedein. Kebayang, gak, ide kecil bisa solve problem banyak orang? Dari ide sederhana, akhir 2015 bikin prototype website dan orang bisa booking, sesimpel itu. Kita mulai dengan 5 kota, Bali, Tokyo, Los Angeles, Sidney, Paris, cuma mau ngetes pasar. Nah, sebelum cari investor, tes pakai uang sendiri,” cerita David.
Pria lulusan Seattle University, Amerika Serikat ini melanjutkan, “Saya masih ingat saat di Abu Dhabi, website-nya live itu sudah seneng banget. Wow, we create the company! Walau pun gak ada yang tahu, saya tetap excited. Lama-lama booking banyak masuk. Tak hanya orang Indonesia, klien kita banyak orang Amerika, Filipina, Singapura, dan dari mana saja. Pas sudah tes dan kita tahu ada pasarnya, kita buat perusahaan yang properly. Saat launching timnya hanya tiga orang, lalu kita hiring di luar negeri juga untuk tim,” jelasnya.
Persoalan bootstrapping memang identik urusan modal, tapi ketika baru mulai, jangan pikirkan duit dulu. Prinsipnya if the idea works, the money will come. David menekankan, yang terpenting adalah buat pencapaian obyektif yang achievable untuk minimal tiga bulan ke depan.
“Gak usah jauh-jauh lima tahun ke depan. Terus bikin key result-nya apa, harus ada action plan yang jelas dan pendek, jangan muluk muluk. Action plan harus dibagikan ke semua tim kerja dan berikan kesempatan ke tim untuk berkembang,” ujar bapak satu anak ini.
Dari sisi SDM, ia berpesan jangan pelit buat cari orang yang ‘bagus’, satu dua orang key people akan mengubah bisnis. Dengan begitu, jika berhasil kita bisa membuat banyak kesempatan kerja. Meskipun tak perlu buru-buru di awal, konsisten menjadi faktor penting agar bisa beroperasi jangka panjang.
Baca juga: 3 Modal Utama Jadi Digipreneur
“Pas punya Sweet Escape, kita punya dua ribu fotografer dengan kamera berbeda dan gaya fotografi berbeda, bagaimana bisa konsisten? Saya belajar dari Starbucks yang baristanya banyak. Di Sweet Escape, di mana pun fotografernya motret, kita yang kerjakan editing. Diperlukan SOP, cek dan ricek, feedback, tim yang mau belajar dan terima kritik,” jelasnya.
Menurutnya, jika tak konsisten berarti tidak skillable, cuma hoki-hokian. Kuncinya adalah menggabungkan creative ability dengan entrepreneur mindset. “Di waktu yang sama teman-teman di kreatif harus belajar bisnis. Gak susah, jangan takut, time is now!” tutup David.
Baca juga: 5 Kesalahan Umum yang Bisa Gagalkan Bisnis Startup