Ekonomi kreatif menjadi primadona di berbagai belahan dunia saat ini, tak terkecuali Indonesia. Untuk mendukung ekosistemnya, Indonesia memiliki lembaga pemerintah nonkementerian bernama Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf).
Menurut Kepala Bekraf Triawan Munaf dalam acara Disrupto minggu lalu di Jakarta, ekonomi kreatif pada dasarnya adalah bagaimana budaya, kreativitas, gagasan, dan imajinasi dimonetisasi dengan baik dalam suatu ekosistem yang mendukung demi kesejahteraan masyarakat secara luas.
"Berdasarkan data Badan Pusat Statistik dari tahun 2017 ke tahun 2018, nilai ekonomi kreatif meningkat hingga Rp100 triliun. Perkembangannya sangat besar. Tahun 2018 saja ekonomi kreatif berkontribusi 7-8% atau sekitar Rp1000 triliun terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Totalnya mencapai Rp1.105 triliun. Ini bukan angka yang kecil untuk kita semua dapat berkontribusi bersama dalam sektor ini," ujarnya.
Dalam menjalankan tugasnya, badan yang berdiri tahun 2015 itu memiliki tanggung jawab terhadap 16 subsektor ekonomi kreatif Indonesia, salah satunya adalah pengembangan eSports, yang masuk dalam subsektor aplikasi dan perkembangan permainan. Anggapan bahwa terlalu banyak bermain video games membuat seorang menjadi malas membuat tidak sedikit masyarakat Indonesia yang masih memandang sektor ini sebelah mata.
Baca juga: Bisnis Board Game? Percayalah Pada Konten Lokal!
Dua tahun lalu Bekraf mendapatkan keluhan, "Kenapa video game buatan Indonesia gak ada yang masuk ke platform video game console seperti PlayStation, XBox, atau Nintendo? Padahal itu sangat bergengsi," tirunya. Menurutnya, pada saat itu Indonesia belum mendapat kepercayaan dari pihak video game console karena maraknya kasus pembajakan game. Sejak saat itu Bekraf berkomitmen untuk menjaga orisinalitas produk-produk eSports.
Hasilnya menakjubkan. Awal bulan Oktober 2018, sebuah video game asli Indonesia buatan Agate Studio dirilis melalui platform PlayStation 4, Nintendo Switch, dan Steam. Video game itu bernama Valthirian Arc. "Kalau kita niat, kita mampu, kok. Pemberian nama pada video game atau jalan ceritanya tidak perlu melulu soal kebudayaan Indonesia, seperti Gatot Kaca. Buat saja yang universal seperti Valthirian Arc," tutup Triawan.
Baca juga: Nih Dia, 8 Board Game Unggulan Indonesia di Pameran Internasional!