Berbisnis tidak melulu untuk mengejar keuntungan. Du'anyam, sebuah wirausaha sosial yang memiliki tujuan meningkatkan kemampuan finansial para ibu-ibu di Nusa Tenggara Timur (NTT) berhasil membuktikannya.
Berdiri sejak tahun 2014, Du'anyam berhasil mengembangkan produk-produk anyaman hasil karya ibu-ibu Flores hingga bisa dikenal di pasar nasional hingga internasional. Tidak hanya memajukan taraf hidup perempuan-perempuan Flores dengan membuka lapangan pekerjaan, Du'anyam juga memiliki misi untuk melestarikan tradisi Indonesia.
Du'anyam sendiri berasal dari dua kata yaitu du'a dan anyam. Du'a bermakna ibu dalam bahasa Maumere. Du'anyam berarti ibu yang menganyam.
Baca juga: Bangun Bisnis Sambil Perjuangkan Hak Disabilitas? Bisa!
Berangkat dari Masalah Sosial
Isu permasalahan kesehatan ibu dan anak di daerah terpencil di Indonesia menjadi latar belakang berdirinya Du'anyam. Tingginya angka kematian ibu dan anak akibat kurangnya nutrisi, rendahnya tingkat ekonomi dan beban kerja yang berlebihan pada ibu-ibu yang sedang hamil di Flores menjadi fokus social enterprise ini.
"Di daerah Flores angka kematian ibu dan anak sangat sangat tinggi, 1 dari 3 orang anak kekurangan gizi, 260 bayi meninggal dan 42 ibu meninggal setiap harinya," kata Melia Winata, Co Founder dan Chief Marketing Officer, Du'anyam.
Tidak adanya pilihan pekerjaan selain berladang, sulitnya akses uang tunai semakin memperparah keadaan ibu-ibu di Flores yang sehari-harinya harus mengurus urusan rumah tangga dan berkebun sendiri, sementara suaminya harus merantau mencari uang di luar pulau.
"Kita menemukan bahwa ibu-ibu yang tinggal di Flores, NTT memiliki kurangnya akses uang tunai. Mata pencaharian di perkebunan tidak stabil tergantung pada musim dan cuaca. Kalo dihitung pendapatan ibu-ibu rata-rata perbulan 225 ribu," lanjutnya.
Baca juga: 4 Alasan UKM Indonesia Diminati Perusahaan Asing
Dua, tiga pulau terlampaui
Untuk menjawab masalah ini, Melia dan ketiga temannya membuat Du'anyam sebuah social entrepreneurship yang mengusung peran aktif dalam mengatasi masalah kesehatan ibu dan anak di NTT. Bergerak langsung mengandeng para ibu dan perempuan di daerah NTT mengayam daun lontar untuk dijadikan tas, sepatu, dan suvenir kerajinan daun lotar lainnya yang kemudian dipasarkan ke resor, hotel dan toko sovenir rekanan.
"Kita lihat ibu-ibu ini punya keterampilan, keterampilannya itu adalah menganyam. Di mana ketrampilan ini adalah keterampilan turun temurun," pungkas lulusan University of Melbourne ini.
Du'anyam memberikan alternatif meningkatan pendapatan perempuan NTT selain mengandalkan hasil ladang yang tidak menenti. Hingga kini selain membantu memasarkan produk kerajinan tersebut, social enterprice ini juga mengedukasi ibu-ibu penganyam untuk menciptakan produk yang berkualitas.
Dalam bisnisnya, Du'ayam mengembangkan sistem 'bayar di muka' yaitu dengan membeli atau memberikan akses uang tunai di awal bagi para penganyamnya, sehingga risiko pemasaran dan penjualan setiap produk ditanggung Du'anyam bukan pada penganyam.
Hasilnya, setelah empat tahun memberikan pendampingan anyam bagi para perempuan Flores, Du'anyam sudah berhasil memberdayakan 500 ibu-ibu yang tersebar di 22 desa di Flores Timur. Tak sampai di situ saja, Du'anyam juga berhasil mengukir prestasi dengan menjadi salah satu pemenang inacraft award 2018 di kategori natural fiber, dan pada tahun yang sama manjadi satu-satunya official merchandiser Asian Games 2018 yang berbasis kerajinan.
Baca juga: Startup, Jangan Buang Waktu untuk Sesuatu yang Nggak Jelas!
Kesulitan Dua kali lipat
Seperti kata pepatah "sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui," Du'anyam dapat menjalankan aspek sosial dan bisnis beriringan. Melia Winata mengatakan bahwa kedepannya Du'anyam akan terus melakukan ekspansi dan semakin banyak memberdayakan ibu-ibu di seluruh Indonesia.
"Visi dari Du'anyam adalah di tahun 2020 menjadi the go-to brand untuk produk anyaman Indonesia, memberdayakan 2000 ibu-ibu, meningkatkan pendapatan minimal 30% dan terus berekspansi ke daerah-daerah di Indonesia," tuturnya.
Melia sadar bahwa menjadi seorang entrepreneur itu tidaklah mudah, apalagi menjadi socialpreneur kesulitan atau tantangannya menjadi dua kali lipat. Namun baginya prinsip dan keyakinan harus tetap di jaga untuk tetap berjuang.
"Saya memegang teguh prinsip 3P, ketika kita menjalankan suatu bisnis atau usaha yaitu Passion, we need to know what we do, kita mencintai apa yang kita kerjakan setiap hari. Patient, di mana kita dalam menjalankan suatu usaha, itu butuh kesabaran, untuk mencapai keberhasilan, pasti banyak kegagalan yang terjadi dulu, jadi kita harus sabar. Ketiga, Persistent, ketika kegagalan itu terjadi bagaimana caranya kita untuk bangkit lagi dan terus maju, " tutup Melia Winata pada acara Bukatalks yang diadakan akhir September 2018 di Jakarta.
Baca juga: Meraup Untung di Bisnis yang Tak Pernah Sepi