"Ekspansi dulu, untung kemudian" adalah salah satu ciri khas konsep pertumbuhan bisnis dari perusahaan rintisan alias startup. Tidak seperti konsep bisnis perusahaan konvensional pada umumnya yang melulu fokus untuk mengejar profit, tren yang berkembang bagi startup saat ini adalah tren merugi tetapi terus mengejar ekspansi. Mengapa demikian? Hal pertama yang dikejar adalah valuasi.
Indonesia saat ini memiliki 4 startup “Unicorn” yang menjadi raksasa bisnis baru di negara dengan populasi lebih dari 260 juta jiwa ini. Unicorn tersebut terbagi dalam 3 jenis industri, yaitu Go-Jek yang merajai sektor transportasi, kemudian ada Tokopedia dan Bukalapak sebagai marketplace memberikan solusi berbelanja tanpa menyita waktu dan energi, serta bagi masyarakat yang gemar pelesir sangat dimanjakan dengan kehadiran Traveloka. Bermula dari sebuah konsep, kemudian merangkak tumbuh sebagai startup, hingga kini mereka mampu menjadi korporasi dengan nilai valuasi di atas 1 miliar USD atau lebih dari 13 triliun rupiah.
Kesuksesan perusahaan startup Unicorn ini tentu tak luput dari derasnya gelontoran dana fantastis dari modal ventura. Memiliki model bisnis dan konsep brilliant, startup Unicorn milik anak bangsa ini sukses menjadi primadona para investor untuk menggelontorkan dana, terutama bagi para investor asing. Hasil riset Google yang dirilis pada akhir tahun 2017 bahkan menunjukkan bahwa nilai investasi di bidang startup teknologi di Indonesia menempati urutan ketiga terbesar setelah sektor migas, dengan total investasi yang masuk berjumlah Rp 40 triliun pada periode Januari hingga Agustus 2017.
Jika ditelisik, Go-Jek misalnya yang berhasil menjadi “Unicorn” pertama di Indonesia setelah 6 tahun berdiri. Sepak terjang Go-Jek semakin berkilau ketika Go-Jek mendapat pendanaan senilai $550 juta, pada Agustus 2016, dari konsorsium 8 investor yang digawangi oleh Sequoia Capital dan Warbrug. Setelah itu, Go-Jek sukses memperoleh suntikan dana tambahan senilai $1,2 miliar dari Tencent Holding dan JD.com pada 2017. Hal ini yang membuat total pendanaan yang sukses diraih Go-Jek berada di angka $1,75 miliar, nilai valuasi terbesar di antara empat "Unicorn" Indonesia.
Tokopedia menyusul menyandang gelar “Unicorn” setelah memperoleh pendanaan senilai $1,347 miliar. Jumlah yang dijabarkan oleh situs crunchbase.com ini mencatatkan investasi terbesar datang dari Alibaba pada Agustus 2017, dengan angka senilai $1,1 miliar.
Traveloka berada pada urutan ketiga sebagai startup asal Indonesia yang berhasil menjelma menjadi “Unicorn”. Platform penyedia layanan tiket online ini berhasil menarik perhatian Expedia, layanan sejenis yang populer di luar negeri, yang mengucurkan dana senilai $350 juta pada Juli 2017. Tambahan dana baru ini menggenapkan total pendanaan untuk Traveloka menjadi $500 juta dalam setahun terakhir dan berhasil mengantarkan Traveloka sebagai korporasi dengan valuasi di atas 1 miliar USD.
Melihat angka tersebut, investasi yang masuk pada startup Indonesia, yang didominasi oleh pemain asing, menunjukkan bahwa para investor masih percaya pada kondisi ekonomi makro Indonesia. Ari Adil seorang Independent Wealth Management Advisor serta Co-Founder and Managing Partner Jagartha Advisors turut mengamati fenomena masuknya dana fantastis dari asing pada startup Indonesia. Ia menilai bahwa para investor asing sangat cermat dan jeli dalam melihat konsep bisnis yang diusung oleh para startup.
“Didukung oleh stabilitas makroekonomi, demografi, dan penetrasi pengguna internet yang meningkat mencapai 54%, menjadikan adanya peluang besar dalam pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia. Investor asing dalam hal ini melihat pangsa pasar yang begitu besar di Indonesia bagi pertumbuhan bisnis startup tersebut, sehingga startup Unicorn ini mendapat nilai yang sangat baik di mata asing,” ujar Ari.
Peran Sharing Economy
Lebih lanjut, Ari menambahkan bahwa fenomena sharing economy yang ditawarkan oleh startup “Unicorn” di Indonesia disinyalir menjadi faktor pemicu utama masuknya dana investasi asing yang fantastis. Baik Go-Jek, Tokopedia, Bukalapak, dan Traveloka memaksimalkan konsep one stop solution dalam satu aplikasi. “Mereka (startup Unicorn) tidak memiliki aset seperti perusahaan konvensional pada umumnya. Startup tersebut menyediakan aplikasi yang bermanfaat bukan hanya bagi pengguna tetapi bagi mereka yang memiliki aset seperti motor, mobil, produk, dan kehadiran startup ini mampu menjembatani gap di antara ini,” jelas Ari.
Lantas pertanyaan selanjutnya, apakah hanya investor asing yang mampu menjadi motor penggerak kesuksesan startup Unicorn Indonesia? Google merilis hasil risetnya bahwa dari segi kuantitas deal investasi startup di Indonesia masih dikuasai oleh investor lokal. Namun secara value, masih didominasi oleh investor asing. Sebagai seorang pemerhati keuangan dan financial advisor, Ari melihat beberapa kecenderungan investor lokal yang menyebabkan fenomena ini:
# Memerlukan Vehicle yang Tepat
Di negara lain investor dapat berinvestasi di perusahaan startup melalui produk investasi sebagai vehicle yang sering disebut Venture Capital, melalui VC produk tersebut dikelola oleh Manajer Investasi yang berpengalaman. Untuk lebih memberikan akses yang luas kepada investor lokal di Indonesia untuk berinvestasi di perusahaan startup dibutuhkan terobosan peraturan untuk dapat menyediakan vehicle yang tepat bagi investor lokal.
# Dibutuhkan Insentif Pajak
Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) telah merekomendasikan insentif pengurangan pajak bagi pemodal usaha rintisan (startup) di Indonesia. Hal ini akan sangat baik mengingat akan terdorongnya iklim investasi bagi startup dengan adanya kebijakan fiskal dan tax incentive.
# Terbatasnya Pengetahuan Mengenai Bisnis Startup
Negara asal para investor asing seperti Amerika dan China sudah sejak 20 tahun akrab dan belajar tentang bisnis startup, bahkan lebih lama untuk Amerika. Sedangkan startup di Indonesia baru berkembang dalam kurun waktu lima tahun terakhir.
# Masih Banyak Ladang Investasi di Indonesia
Tidak banyaknya investor lokal yang berinvestasi di startup unicorn bukan karena mereka tidak memiliki dana. Beberapa investor lokal memiliki dana besar, dan di Indonesia masih menyediakan banyaknya ladang investasi menarik lainnya, seperti properti, emas, pertambangan, perkebunan tanah, properti, emas, bahkan pertambangan dan perkebunan pun masih menjanjikan di Indonesia.
Peluang bagi para investor lokal untuk berinvestasi pada startup Unicorn Indonesia masih tersedia. Terlebih jika startup tersebut memutuskan untuk melantai di bursa saham Indonesia. Peran, dukungan, dan kolaborasi dari banyak pihak termasuk swasta dan pemerintah sangat dibutuhkan guna mencetak investor lokal yang menjadi raja sepenuhnya bagi startup-startup Unicorn asal Indonesia.