Siapa sih yang tidak mengenal Go-Jek? Layanan transportasi on-demand ini kini telah menuai kesuksesan, bahkan telah berhasil menjadi salah satu startup dengan nilai valuasi di atas USD 1 milyar atau lebih sering disebut dengan unicorn.
Tapi pasi tidak banyak orang yang tahu, perusahaan ride-hailing yang dibentuk oleh Nadiem Makarim ini awalnya tidak mengantisipasi kesuksesannya.
Nadiem hanya berpikir, hal ini merupakan cara sederhana untuk meningkatkan industri transportasi berjenis sepeda motor, atau lebih akrab kita panggil ojek.
Namun tanpa disangka-sangka, dalam kurun waktu enam tahun, Nadiem berhasil menorehkan sejarah baru sebagai pendiri unicorn pertama di Indonesia.
Saat ini, di usianya yang mendekati angka 34 tahun, Nadiem bahkan berhasil membawa Go-Jek mendekati angka USD 5 milyar sebagai CEO-nya.
Seperti kebanyakan startup, perusahaan tersebut bermula dari Harvard. Sang pendiri yang mengambil sekolah bisnis di universitas itu melihat betapa pentingnya ojek dalam perekonomian Indonesia.
Namun sangat disayangkan, pasar industri tersebut terhambat oleh adanya inefisiensi dalam penetapan harga dan keandalan.
Melihat hal ini, Nadiem memutuskan untuk melakukan sesuatu, dengan mengajak pendiri Go-Jek lainya, yakni Kevin Aluwi dan Michaelangelo Moran.
Pada tahap awal, usahanya terlihat seperti bisnis call-center sederhana yang mencocokkan 20 pengemudi awal dengan penumpang.
Bisnis ini kemudian berkembang dan berevolusi menjadi aplikasi multi-layanan yang memiliki tenaga kerja lebih dari satu juta orang.
Baca Juga:
Bukan Hanya Vietnam, Go-Jek Sasar Tiga Pasar Lainnya
Dalam ingatan Nadiem, semua orang mengingatkannya saat mengawali usahanya untuk memiliki layanan andalan, karena jika tidak ada maka tidak ada yang akan menggunakan produknya atau orang-orang akan memilih mencari layanan yang lebih baik, lebih banyak uang, dan lain sebagainya.
Berlawanan dengan saran konvensional tersebut, Go-Jek malah memutuskan untuk pindah dengan cepat dari ride-hailing murni menjadi “layanan lengkap yang memperbaiki berbagai hal. "
Hal ini sesuai dengan apa yang dirasakan Nadiem untuk wilayah Asia, di mana adopsi ponsel semakin berkembang dan konsumen telah menunjukkan preferensi untuk platform "one-stop shop"
Bagi Nadiem, pelanggan bukanlah pelanggan yang ride-hailing, pelanggan bukanlah pelanggan pengiriman makanan, pelanggan bukanlah pelanggan e-wallet atau e-payment.
Menurutnya, pelanggan hanya seorang pelanggan, yakni seorang manusia dengan masalah sehari-hari, dan Go-Jek membangun produk di sekitar friksi yang dialami rata-rata orang dalam kehidupan sehari-harinya tersebut.
Melalui strategi ini, Makarim berharap Go-Jek akan terus berkembang hingga ke seluruh Asia Tenggara, dan mampu bersaing dengan platform lain dalam industri transportasi.
Sebagai informasi, saat ini Go-Jek memang masih beroperasi untuk wilayah Indonesia, namun beberapa waktu mendatang akan diluncurkan di beberapa negara Asia Tenggara lainnya.