Industri baja telah menjadi tulang punggung bagi beberapa sektor industri, termasuk seperti permesinan dan peralatan, otomotif, maritim, serta elektronik.
Bahkan, kebutuhan akan pasokan dari sektor industri tersebut senantiasa meningkat setiap tahun, dengan pertumbuhan yang sangat signifikan.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI), konsumsi baja mengalami peningkatan dari 12,67 juta ton pada 2016 menjadi 13,59 juta ton pada 2017.
Meskipun demikian, industri baja membutuhkan solusi jangka panjang untuk menyeimbangkan kemampuan di seluruh bagian, terutama di masa mendatang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mempertegas kebutuhan tersebut dalam The South East Asia Iron and Steel Institute (SEAISI) 2018 Conference and Exhibition yang dilaksanakan di Jakarta pada hari Senin (25/6).
Menurutnya, negara berkembang penghasil baja harus mengantisipasi lonjakan kapasitas baja global yang mengalami surplus produksi sejak tahun 2017 lalu.
“Pada 2017, produksi crude steel secara global mencapai 1,7 miliar ton, hampir 50 persennya berasal dari China, sementara Asia Tenggara menghasilkan 1,5 persen,” ungkapnya.
Hal tersebut diprediksi akan berakibat pada beberapa aspek, termasuk di antaranya adalah harga, lapangan pekerjaan, tingkat utilisasi dan profit bagi produsen baja, yang pada akhirnya juga akan berpengaruh pada perekonomian dan kesejahteraan masyarakat.
Baca Juga:
Keberhasilan E-Smart IKM Didominasi Sektor Logam
Ketakutan luapan produk baja ini semakin menjadi-jadi, mengingat Amerika serikat sebagai negara konsumen baja terbesar global mulai membatasi tingkat konsumsinya dengan penerapan bea masuk sebesar 25%.
Dengan pembatasan ini, negara produsen baja utama, seperti Jepang, India dan Korea Selatan diprediksi akan mengubah pasarnya, termasuk ke wilayah Asia Tenggara.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia berupaya untuk semakin memacu peningkatan kapasitas produksi industri baja nasional.
Hal tersebut dilakukan dengan implementasi revolusi industri 4.0, pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan vokasi yang link and match, serta implementasi mengenai tingkat komponen dalam negeri (TKDN).
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk. Mas Wigrantoro Roes Setiyadi menegaskan bahwa SEAISI Conference and Exhibition juga hadir sebagai salah satu solusi.
“Untuk itu, melalui event SEAISI Conference and Exhibition ini, kami berharap dapat terjalin kemitraan bisnis yang lebih baik dengan adanya kesepakatan transaksi bisnis, saling berbagi informasi aktual dalam menjawab tantangan isu di sektor industri baja, baik di Indonesia maupun di tingkat regional dalam menciptakan pasar yang stabil,” paparnya.