Dari beberapa kebutuhan pokok, tempat tinggal menjadi salah satu kebutuhan dengan permasalahan yang masih belum terselesaikan dengan baik.
Masih banyak keluarga yang menunda untuk melakukan pembelian tempat tinggal, terlebih berkaitan dengan biaya yang harus dikeluarkannya.
Berdasarkan hasil studi tim Business Intelligent Rumah123 terhadap 1922 responden, terdapat hampir 45% penduduk yang berdomisili di Jakarta tinggal di rumah yang bukan mereka beli sendiri.
Kebanyakan dari mereka masih menggunakan rumah hasil warisan keluarga meskipun telah melabeli rumah tersebut sebagai rumahnya sendiri.
Kekhawatiran ini bahkan berlaku bagi semua penduduk Jakarta, baik yang berpenghasilan di atas maupun di bawah sepuluh juta rupiah.
Country General Manager Rumah123 Ignatius Untung mengkhawatirkan, ”Mereka yang memiliki penghasilan bulanan baik di bawah atau di atas Rp 10 juta tetap kesulitan membayar DP.”
Hasil survei dari Rumah123 juga menunjukkan bahwa DP (down payment) atau uang muka menjadi permasalahan yang cukup besar bagi semua tingkatan penghasilan.
Baca Juga:
5 Kesalahan Mengatur Keuangan yang Tak Disadari ‘Kids Zaman Now’
Orang dengan penghasilan di bawah sepuluh juta rupiah akan kesulitan membayar DP dikarenakan pendapatannya yang belum mencukupi.
Sedangkan bagi mereka yang berpenghasilan di atas sepuluh juta rupiah, kesulitan membayar DP dikarenakan telah terlilit hutang, seperti credit card, Kredit Tanpa Agunan (KTA), dan Kredit Kendaraan Bermotor (KKB).
Namun di sisi lain, hasil studi juga menunjukkan bahwa saat ini kaum milenial telah sadar akan investasi properti yang memiliki nilai pengembalian sangat baik.
Meskipun baru melakukan pembelian untuk pertama kali, mereka bertindak sebagai investor bukan lagi first home buyer.
Hasil studi menunjukkan bahwa setidaknya terdapat 60,32% responden yang berusia di rentang 22 hingga 28 tahun telah mencari hunian sebagai bentuk investasi.
Nilai tersebut bahkan semakin meningkat seiring kenaikan rentang usia, bahkan mampu menembus angka 75% hanya pada rentang 29 hingga 35 tahun.
Menariknya, pola pikir ini juga mempengaruhi masyarakat dalam mengambil Kredit Pemilikan Rumah (KPR), terutama masyarakat dengan penghasilan kurang dari sepuluh juta rupiah yang rela membayar cicilan dengan bunga tinggi asal prosesnya tidak dipersulit.