Sudah mendengar bahwa Starbucks akan menutup lebih dari 8.000 gerainya pada tanggal 29 Mei 2018 mendatang? Hal ini berkaitan dengan kasus rasial yang terjadi di Philadelphia kemarin.
Bagi yang belum tahu, kasus ini bermula ketika dua orang berkulit hitam sedang menunggu rekan bisnisnya. Namun pada saat salah satunya akan pergi ke toilet, dia tidak diizinkan.
Alasannya, kedua pria tersebut tidak membeli apapun. Yang kemudian pada akhirnya, kedua orang berkulit hitam tersebut diminta untuk meninggalkan toko.
Tentu saja mereka menolaknya. Akibatnya, seorang pegawai Starbucks memanggil polisi dan kedua orang tersebut pun ditahan oleh pihak kepolisian.
Setelah beberapa jam menjalani pemeriksaan, akhirnya kedua orang ini dibebaskan tanpa biaya dan syarat apapun. Dan kasus rasial ini mencuat di beberapa media.
Akibat terjerat kasus rasial ini, Starbucks pun berencana menutup ribuan tokonya, namun tentunya bukan penutupan untuk selamanya.
Penutupan ini dilakukan agar sekitar 175.000 pegawainya menjalani pelatihan bias rasial yang didedikasikan untuk mengantisipasi adanya diskriminasi di toko-tokonya.
Dari kasus yang menimpa Starbucks ini, Sonia Thompson menuliskan dalam INC, ada dua pelajaran penting yang bisa kita pelajari dalam menangani masalah.
Baca Juga:
Strategi Jitu Mengemudikan Startup Menuju IPO
Perubahan yang Berlangsung Tidak Dapat Terjadi Tanpa Adanya Pergeseran Budaya Perusahaan
Bagi Thompson, bisnis itu tentang kepemilikan. Oleh karena itu, untuk membuat para pelanggan merasa menjadi bagian perusahaan, maka kita harus menyingkirkan berbagai macam hambatannya.
Starbucks pun menyadarinya, oleh karena itu perusahaan ini pun menempatkan setiap karyawan saat ini dan masa depan melalui pelatihan.
Hal ini menunjukkan pemahaman bahwa mereka tidak akan dapat secara konsisten memberikan pengalaman yang hangat dan ramah kepada semua pelanggannya tanpa alat, pengetahuan, dan sumber daya untuk melakukannya.
Berkaca dari hal ini, memberikan pengalaman yang menarik agar pelanggan lebih dekat dengan kita memerlukan budaya perusahaan yang berkomitmen untuk melakukannya di setiap tingkatan.
Baca Juga:
Bangun Pengalaman Pelanggan dengan Melupakannya, Bisa?
Mengatasi Masalah Lebih Penting Dari Pada Mengambil Keuntungan Jangka Pendek
Keputusan untuk menutup sementara usahanya mungkin bisa mengurangi keuntungan bagi perusahaan Starbucks, bahkan dapat menimbulkan kerugian yang cukup berdampak.
Sebenarnya, perusahaan ini bisa saja dengan mudah melakukan pelatihan untuk pegawainya secara bertahap di setiap bulannya, tanpa menutup serentak tokonya.
Namun, dengan pelatihan tipe roll out ini, Starbucks dapat meminimalisir gangguan dan para pegawainya dapat dengan mudah mengikuti pelatihan tersebut.
Selain itu, dengan cara ini, secara tidak langsung Starbucks mendeklarasikan bahwa perusahaannya secara serius tentang keragaman, inklusi, dan juga kepemilikan.
Hal ini menunjukkan bahwa komitmen mereka membekali seluruh anggota timnya dengan pengetahuan dan kemampuan yang sama lebih penting dari keuntungan semata.